Sumutcyber.com, Medan – Penganiayaan seorang santri Musthafawiyah Purba Baru, Mandailing Natal (Madina) masih menjadi perhatian banyak pihak, mengingat kasus ini terkesan sangat sadis, brutal dan tidak bermoral. Apalagi, pelakunya diduga oknum pengawal Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas II B Natal.
Desakan agar pelaku dihukum berat dan dipecat dari institusi Kementerian Hukum dan HAM mengalir deras. Direktur Lembaga Bantua Hukum (LBH) Karang Taruna (KT) Sumut, Andi Harahap, SH, MH turut menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus tersebut.
“Kami sangat prihatin dan sekaligus menyatakan protes keras kepada pelaku,” kata Andi Harahap, Jumat (24/9/2021).
Andi Harahap meminta Kakanwail Kemenkumham Sumut tidak ragu memberikan sanksi berat terhadap pegawai Lapas yang terbukti melakukan penganiyaan terhadap Santri.
Menurut Andi Harahap, insiden dugaan penganiayaan tersebut sangat memalukan institusi Lapas. ”Tim Kemenkum HAM wajib memeriksa dan menindak pegawai Lapas yang diduga telah melakukan tindak pidana,” katanya.
Ia berharap kejadian kekerasan seperti itu tidak terulang lagi di hari mendatang karena merusak nama institusi dan reputasi Lapas di tengah masyarakat. Ia mendesak Polri dan Kejaksaan menggunakan pasal-pasal maksimal dalam menangani kasus ini, sehingga bisa menjadi efek jera bagi pelaku .
”Arogansi pelaku harus dihentikan dan dimusnahkan dengan hukuman setimpal,” tegas Andi Harahap. Lebih jauh, kata Andi, apapun motifnya tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan.
Pelaku tidak pantas memakai seragam aparat lembaga penegak hukum, tindakan pelaku jelas-jelas mencoreng institusinya, ” ujarnya. Dia mengatakan, kasus ini menjadi pelajaran kepada semua orang terlebih aparat penegak hukum agar tidak mudah terpancing emosinya. Apalagi kasusnya hanya persoalan sepele.
Kata Andi, tindakan pelaku di luar batas kewajaran dan kemanusiaan. “Dalam kasus ini pelaku harus diberikan hukuman sangat berat untuk menimbulkan efek jera di tengah masyarakat dan diharapkan menjadi yurisprudensi ke depan,” katanya.
Sebab, sambungnya penganiayaan merupakan bentuk tindak pidana. “Kita tuntut yang diduga oknum aparat Lapas untuk dituntut pidana dan hukuman kode etik,” ujarnya. Dalam kasus ini, sebutnya, dibutuhkan profesionalitas, akuntabilitas, transparansi dari aparat penegak hukum.
“Sedangkan kepada santri yang menjadi korban penganiayaan tersebut, saya menaruh rasa empati dan hormat. Keadilan akan berpihak kepada orang yang teraniaya,” kata Andi Harahap. Ia mengaku akan terus mengawal kasus ini hingga berkekuatan hukum tetap.
Sebelumnya, aksi penganiayaan dan pengancaman yang diduga dilakukan pelaku DG terjadi pada Senin (20/9) di Jalan Lintas Natal Muara Batang Gadis, Desa Panggautan.
Saat itu, korban sedang membawa becak bermotor. Saat berada di tikungan Panggautan, becak yang dikendarai korban tanpa sengaja menyenggol mobil milik pelaku yang membuat santri terjatuh.
Warga yang melihat kejadian itu langsung menolong korban dengan membawanya ke rumah sakit. Namun, pada saat hendak jalan ke rumah sakit, pelaku menghentikan warga dan langsung membawa korban secara paksa ke mobilnya.
Selanjutnya, pelaku membawa korban ke sungai di daerah itu dan langsung menganiaya bahkan mengancam akan membunuh korban. Pelaku juga menceburkan korban ke sungai.
Pelaku kemudian kabur saat beberapa masyarakat datang ke lokasi. Akibat perbuatan pelaku, korban mengalami luka lebam di bagian wajah yang selanjutnya dilaporkan ke pihak kepolisian.
Polisi kemudian menangkap DG karena diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang santri salah satu pondok pesantren di daerah setempat.
“Korban berinisial SR (14) merupakan santri Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Madina,” kata Kapolsek Natal AKP P Simatupang dihubungi dari Medan, Selasa (21/9/2021).
Dia menyebut, penangkapan terhadap pelaku berdasarkan laporan korban ke Mapolsek Natal atas kasus penganiayaan dan pengancaman.
“Pelaku kita amankan pada Senin 20 September 2021. Sekarang masih dalam pemeriksaan kita,” ujar dia. (SC08)