Cegah Kejadian Berulang, Psikolog Medan: Mantan Napi Kekerasan Seksual Anak Harus Wajib Lapor ke Polisi

Irna Minauli

Sumutcyber.com, Medan – Kebebasan Saipul Jamil mengundang sorotan publik usai muncul atau mendapat panggung di stasiun televisi tanah air. Apalagi, mantan narapidana pelecehan seksual terhadap anak ini disambut seperti orang-orang berprestasi yang mengharumkan nama bangsa.

Saat bebas dari Lapas Cipinang, Kamis (6/9/2021), para fansnya memakaikannya kalung bunga di lehernya. Sembari tersenyum sumringah, Saipul melambaikan tangan dari dalam mobil. Alhasil, banyak masyarakat meminta agar Saipul Jamil diboikot, dengan berbagai alasan.

Psikolog asal Kota Medan Dra. Irna Minauli, MSi menyarankan, agar mantan narapidana pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus mendapatkan pemantauan terus menerus.

“Seharusnya mereka tetap melapor pada kepolisian setempat guna mencegah terulangnya kejadian tersebut. Secara teoretis, seseorang dengan gangguan perilaku seksual akan melakukannya terus menerus,” kata Irna Minauli, Selasa (7/9/2021).

Bacaan Lainnya

Pada dasarnya, lanjuta Direktur Minauli Consulting ini, orang dengan penyimpangan perilaku seksual sulit sembuh karena gangguan tersebut berkenaan dengan struktur otak seseorang.

“Ketertarikan pada sesuatu objek yang dapat menimbulkan gairah seksualnya yang menyimpang. Kalau pada orang normal, ketertarikan diarahkan pada lawan jenis namun pada mereka yang mengalami gangguan perilaku seksual, ketertarikannya yang berbeda. Mungkin mereka lebih terangsang pada yang sejenis atau pada anak-anak. Oleh karena itu, perlu upaya keras dan sungguh-sungguh untuk dapat mengubah perilaku menyimpang tersebut,” jelasnya.

Pada banyak kasus pelecehan seksual terhadap anak, lanjutnya, umumnya pelaku pernah menjadi korban pada masa kanak-kanaknya. Karenanya, untuk mencegah terulangnya kasus tersebut, pemerintah Indonesia dapat meniru apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat melalui “The National Sex Offender Public Website” yang mencantumkan nama tempat dan pelaku di wilayah tersebut.

“Dengan demikian, orangtua atau para pencari kerja misalnya untuk guru sekolah, dapat lebih waspada terhadap para pelaku kekerasan seksual ini,” ujarnya.

Dia juga mengaku heran atas sambutan mantan pelaku kekerasan seksual terhadap anak disambut bak pahlawan. “Makanya agak mengherankan ketika pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia malah mendapat sambutan bak seorang pahlawan. Bayangkan, Amerika Serikat yang bersikap toleran terhadap LGBTQ namun bersikap sangat keras terhadap para pelaku kekerasan seksual terhadap anak,” tuturnya.

“LGBTQ+ atau Lesbian, Gay, Bisexual, Transexual, Queer. Plusnya termasuk panseksual dan Two Spirit. Sangat banyak variasinya. Tapi kesemuanya melibatkan orang dewasa dan berdasarkan kesepakatan. Sementara kekerasan seksual pada anak tetap dianggap sebagai suatu kejahatan besar,” sambungnya lagi.

Ditambahkannya, sudah saatnya Indonesia juga memiliki sistem yang dapat melindungi anak dari para pelaku kejahatan ini. “Mungkin dengan pelaku tetap melakukan kewajiban melapor pada polisi, minimal sebulan sekali. Jika kemudian tetap melakukannya maka hukumannya diperberat dengan kebiri sebagaimana yang pernah dicanangkan pemerintah,” demikian Irna Minauli. (SC03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *