Umat Islam Sergai Diimbau Berkurban dengan Pedomani Fatwa MUI

Sumutcyber.com, Sergai – Umat Islam di Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) yang akan menyembelih hewan kurban diimbau tetap mempedomani Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), terlebih di masa wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) terhadap ternak sapi/lembu.

Hal inj disampaikan Ketua MUI Sergai H Hasful Huznain kepada Sumutcyber.com, di Kantor Sekretariat MUI Sergai, di Desa Firdaus, Kecamatan Seirampah, Rabu (15/6/2022).

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut dikatakan Hasful, adapun panduan berkurban mengacu Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022, tentang hukum dan panduan pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK yang ditetapkan pada 40 Syawal 1443 H (31 Mei 2022).

Fatwa MUI tersebut, sambungnya, ditandatangani oleh Komisi Fatwa MUI Wakil Ketua Prof H M Amin Suma dan Sekretaris Miftahul Huda Lc yang diketahui Dewan Pimpinan MUI, Dr H M Asrorun Niam Sholeh MA serta Sekretaris Jenderal Dr H Amirsyah Tambunan MA.

“Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK (tafshif) antara lain, hewan dengan gejala klinis kategori ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan mengeluarkan air liur berlebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban,” terang H Hasful.

Lalu, masih katanya, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh dan atau menyebabkan pincang (tidak bisa berjalan) serta menyebabkan kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

“Hewan terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang diperbolehkan berkurban mulai tanggal 10-13 Dzulhijjah, maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban,” sebut H Hasful Huznain.

Hewan yang terkena PMK, tambah Ketua MUI Sergai, dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10-13 Dzulhijjah), maka hewan yang disembelih itu dianggap sedekah dan bukan sebagai hewan kurban.

“Pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuh sebagai tanda hewan sudah divaksin tidak menghalangi keabsahan hewan kurban,” beber H Hasful Huznain.

Dia pun mengutarakan, panduan untuk mencegah peredaran wabah PMK bagi umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban diwajibkan agar memastikan hewan memenuhi syarat sah, terutama dari sisi kesehatan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan pemerintah.

Menurut Hasful, umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama tenaga kesehatan (Nakes) perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan maupun proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan dan limbah.

“Terkait pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (Tawkil) kepada orang lain atau berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak,” pungkas H Hasful Huznain. (SC-Zul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *