Hari Pekerja Sosial Diperingati, Sayangnya Anak Jalanan Masih Banyak Berkeliaran di Perkotaan

Oleh: Syaiful Syafri

Pada minggu ketiga di bulan Maret 2021, tepatnya Selasa 16 Maret, banyak para Pekerja Sosial (Peksos) memperingatinya. Ini dapat dilihat dari media online dan media sosial khususnya di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Sebagai tema dari peringatan Hari Pekerjaan Sosial sedunia pada tahun 2021 adalah “Ubuntu” yang diartikan aku karena kita atau saya ada karena dukungan kita semua.

Di Indonesia profesi Pekerjaan Sosial mulai berkembang sejak tahun 1960 an, dan beberapa dunia Perguruan Tinggi juga telah membuka pendidikan dengan jurusan Ilmu Pekerjaan Sosial atau Program Studi Kesejahteraan Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik seperti Universitas Sumatera Utara, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Universitas Indonesia, Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung, dan perguruan tinggi lainnya.

Dengan lahirnya Undang Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial, tentunya profesi ini semakin diminati masyarakat, apalagi secara organisasi telah berdiri Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) serta Asisiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial Seluruh Indonesia (Aspeksi).

Banyaknya para Pekerja Sosial dan berkembangnya Organisasi Profesi Pekerja Sosial di Indonesia, sayangnya belum mampu memperkecil angka anak jalanan yang tumbuh dan berkembang di perkotaan.

Kita ambil contoh di Kota Medan, hampir setiap persimpangan jalan kita menemukan anak-anak di jalanan dengan gaya mengemis, atau mengamen atau mengenakan alat peraga lainnya hanya untuk mendapatkan uang di usia 13 – 18 tahunan.

Sisi lain di berbagai kafe yang tersebar di Kota Medan, sejumlah anak di usia 5 – 13 tahunan datang untuk mendapatkan kebaikan dari para pengunjung kafe.

Artinya mereka merupakan anak-anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental dan spritual maupun sosial (UU No. 35 Tahun 2014).

Bagaimana pandangan para Profesi Pekerjaan Sosial, dan bagaimana pula pandangan Pemerintah Daerah terhadap anak-anak yang menyandang masalah sosial ini, dengan bahasa lain telantar?

Di awal tahun 2000-an penanganan anak jalanan di Sumatera Utara dilaksanakan melalui rumah singgah yang sumber anggarannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Kementerian Sosial Republik Indonesia.

Kini program tersebut tidak berlanjut sehingga anak-anak yang orang tuanya tidak mampu melaksanakan fungsi sosial melepaskan anak untuk mencari nafkah di jalanan.

Melalui peringatan Hari Pekerja Sosial ini, mari para Pekerja Sosial dimanapun berada, khususnya di Kota Medan kita sisihkan waktu, sisihkan pemikiran dan jika perlu bergotong royong untuk memulai membimbing, membina, memotivasi dan memberi pembelajaran bagi anak jalanan agar praktik mengemis, mengamen, atau sejenisnya ditinggalkan melalui keterampilan dan potensi diri yang bisa dikembangkan melalui para Pekerja Sosial, apalagi Walikota dan Wakil Walikota Medan menaruh perhatian dengan kemiskinan.

Merujuk Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Medan terdapat 184 para Pendamping Sosial PKH yang berarti Pekerja Sosial, karena tugas pokok dan fungsinya untuk membantu masyarakat baik secara individu atau kelompok yang tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya.

Para Pendamping Sosial ini berada di tingkat Kelurahan untuk membantu mereka yang menjadi peserta PKH baik yang berhubungan dengan bantuan sosial, kesehatan dan pendidikan, disamping menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian keluarga penerima manfaat.

Dengan demikian para Pendamping Sosial PKH sudah bisa melihat keberadaan anak-anak yang hidup di jalanan, karena kita berkeyakinan bahwa mereka adalah putra dan putri dari mereka sebagai peserta PKH.

Apalagi di tengah pandemi covid 19, berbagai institusi pemerintah telah menyalurkan berbagai program yang tujuannya untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi akibat covid 19.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *