oleh

Dirut PT Pertamina Patra Niaga Ditetapkan Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

Jakarta – Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.

Para tersangka di antaranya RS (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional). MKAR (Beneficial Owner PT NK), DW (Komisaris PT NK dan Komisaris PT JM) dan GRJ (Komisaris PT JM dan Direktur Utama PT OTM).

Dilansir dari laman kejaksaan.go.id, penyidikan kasus ini dilakukan berdasarkan sejumlah Surat Perintah Penyidikan dari Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus:

1. PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 24 Oktober 2024

2. PRIN-98a/F.2/Fd.2/12/2024 tanggal 16 Desember 2024

3. PRIN-01a/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 6 Januari 2025

4. PRIN-22a/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 15 Februari 2025

Berdasarkan penyidikan, ditemukan bukti yang cukup terkait tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara. Bukti yang dikumpulkan meliputi pemeriksaan terhadap 96 saksi, pemeriksaan dua ahli, penyitaan 969 dokumen dan penyitaan 45 barang bukti elektronik.

Penahanan Tersangka

Setelah diperiksa dan dinyatakan sehat, para tersangka ditahan selama 20 hari berdasarkan Surat Perintah Penahanan, antara lain:

YF, RS, DW, GRJ, MKAR ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan SDS, AP ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Modus Korupsi dan Kerugian Negara

Dalam periode 2018–2023, PT Pertamina seharusnya mengutamakan pasokan minyak mentah dari dalam negeri sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2018. Namun, para tersangka diduga melakukan rekayasa dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) sehingga produksi kilang dalam negeri sengaja diturunkan. Akibatnya, minyak mentah dalam negeri tidak terserap dan impor minyak meningkat.

Beberapa modus yang dilakukan:

1. Pengkondisian Rapat OH oleh RS, SDS, dan AP untuk menurunkan produksi kilang domestik.

2. Penolakan produksi minyak mentah KKKS, dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis dan spesifikasi kilang, meskipun harga dan kualitasnya layak.

3. Penjualan minyak mentah dalam negeri ke luar negeri, sementara kebutuhan domestik dipenuhi melalui impor.

4. Pemufakatan jahat dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, dengan pengaturan tender dan harga yang telah disepakati sebelumnya oleh para tersangka.

5. Mark-up biaya pengiriman (shipping) oleh tersangka YF, yang mengakibatkan pembayaran fee ilegal sebesar 13–15%.

6. Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan;

Dugaan tindak pidana ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker.Rp9 triliun, kerugian akibat kompensasi BBM (2023) Rp126 triliun dan kerugian akibat subsidi BBM (2023) Rp21 triliun.

Pasal yang Dilanggar

Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (SC03)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *