Ketahui Dampak dan Gejala pada Anak Korban Kekerasan Seksual Incest

Irna Minauli

Oleh Irna Minauli, Psikolog

Bacaan Lainnya

PELECEHAN seksual yang dilakukan orangtua atau orang terdekat terhadap anak sering kita dengar. Hal itu tentu saja akan memberi dampak psikologis yang sangat besar bagi perkembangan anak di masa depannya.

Kasus incest (hubungan sedarah), selain membuat anak mengalami PTSD (Post-traumatic Stress Disorder) dan juga RTS (Rape Trauma Syndrome), mereka juga menjadi kehilangan trust (rasa percaya terhadap orang lain). Orang yang seharusnya menjadi pelindung mereka malah melakukan tindakan yang tidak layak.

Gejala

Kemunduran (regresi) perilaku ini biasanya yang paling mudah mengindikasikan adanya trauma. Hal ini dapat diamati misalnya pada anak yang awalnya sudah tidak mengompol namun kemudian mengompol lagi atau anak yang tadinya sudah bisa minum susu pakai gelas namun kemudian mundur lagi sehingga minum susu pakai botol susu.

Dampak PTSD dan RTS pada anak dapat diamati dari adanya mimpi buruk sehingga mereka sering terbangun tengah malam karena ketakutan, perubahan suasana hati sehingga menjadi mudah menangis atau marah, adanya regresi sehingga anak mengalami kemunduran dalam perilakunya.

Gejala lain adalah mereka mengalami ketakutan sehingga tidak berani berjumpa orang lain. Mereka juga menarik diri dari lingkungan. Kemudian, perasaan jijik terhadap tubuhnya sering ditandai dengan berulang kali cebok atau mandi.

Jika anak sudah sekolah, maka hal ini juga berpengaruh terhadap konsentrasinya sehingga mudah terganggu. Mereka seperti banyak melamun sehingga tidak mampu mengikuti pelajaran.

Profil Pelaku Incest

Faktor pornografi dalam banyak kasus turut berperan. Mereka yang terbiasa melihat film porno cenderung melihat orang lain hanya sebagai objek pemuas seksualnya saja.

Orangtua yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya sendiri seringkali memiliki distorsi kognitif atau penyimpangan cara berpikirnya. Mereka sering melihat anak sebagai objek seksual belaka.

Selain itu, ada anggapan bahwa anak mereka adalah milik mereka sehingga merasa berhak untuk melakukan apa pun pada anak-anaknya, termasuk melakukan pelecehan seksual. Terkadang ada anggapan bahwa “daripada laki-laki lain yang melakukan persetubuhan pada anaknya, lebih baik dia duluan yang melakukannya”

Perlu Bantuan Profesional

Untuk itu korban pelecehan seksual, perlu mendapatkan bantuan dari profesional untuk mengatasi traumanya. Kesalahan dalam penanganan misalnya oleh mereka yang tidak paham kondisi traumanya, misalnya dengan mengajukan pertanyaan yang tidak tepat, justru dapat menjadi secondary trauma buat anak. Oleh karenanya penangan secara profesional menjadi sangat penting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *