KKP akan Terapkan Sistem Kontrak dalam Penangkapan Ikan di WPPNRI

Ilustrasi penangkapan ikan. (Sumber: kkp.go.id)

Sumutcyber.com, Medan – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kembali menggelar konsultasi publik untuk menjaring masukan dari masyarakat kelautan dan perikanan. Adapun regulasi yang menjadi bahasan adalah penangkapan ikan melalui sistem kontrak yang akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menjelaskan sistem kontrak yang dimaksud adalah bentuk kerja sama antara pemerintah dengan mitra dalam pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Mitra kerja sama tersebut berupa entitas usaha berbadan hukum, yaitu koperasi dan perseroan terbatas.

“Penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan sistem kontrak ini merupakan hal baru yang juga sejalan dengan kebijakan ekonomi biru untuk menyeimbangkan ekonomi dan ekologi. Selain itu juga untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan melalui penangkapan ikan terukur,” ujarnya, dilansir dari laman kkp.go.id, Kamis (30/12/2021).

Lebih lanjut Zaini mengatakan sistem kontrak ini juga dapat mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Dia berharap industri perikanan dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia dengan potensi perikanan yang besar dari Aceh hingga Papua.

Bacaan Lainnya

“Pemerintah akan memberikan jaminan berusaha bagi pelaku usaha yang menerapkan sistem kontrak ini, yaitu kesempatan berusaha selama 15 tahun masa kontrak dan kepastian pemanfaatan sumber daya ikan yang terukur dan kuota sudah diatur sesuai potensi di masing-masing zona penangkapan ikan,” imbuhnya.

Zaini menegaskan penangkapan ikan terukur di WPPNRI hanya dilakukan oleh nelayan Indonesia. Pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya dan perlindungan kepada pelaku usaha penangkapan ikan lokal maupun tradisional di masing-masing wilayah penangkapan ikan.

“Jadi tidak ada perusahaan asing yang masuk menangkap ikan. Yang ada adalah badan hukum Indonesia, kalau modal dimiliki mereka ya wajar saja, jadi tidak ada kapal asing masuk di Indonesia. Semua hanya untuk nelayan Indonesia,” tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Perizinan dan Kenelayanan Ridwan Mulyana menerangkan terdapat enam zona penangkapan ikan terukur. Empat di antaranya yang menerapkan sistem kontrak terdiri dari tujuh WPPNRI yaitu 711, 715, 716, 717, 718, 572, dan 573.

“Dalam sistem kontrak ini nantinya akan diatur kuota usaha, perkiraan jumlah dan ukuran kapal penangkap ikan, jenis alat penangkapan ikan, zona penangkapan ikan, pelabuhan pangkalan, dan penggunaan kapal pengangkut ikan dalam hal mitra kerja sama melakukan alih muatan,” katanya.

Pemanfaatan sumber daya ikan melalui sistem kontrak merupakan mandat dari Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penjabaran detailnya akan diatur dalam peraturan menteri yang memuat tata cara kerja sama hingga pembayaran dan pengumuman pemenang kontrak melalui beauty contest.

Konsultasi publik ini diikuti oleh para nelayan, pelaku usaha perikanan tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan, Unit Pelaksana Teknis lingkup Ditjen Perikanan Tangkap hingga peneliti, dan akademisi. Masukan dari para stakeholders ini akan menjadi materi dalam penyusunan rancangan Peraturan Menteri terkait sistem kontrak.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan kebijakan penangkapan ikan terukur yang akan diimplementasikan mulai tahun 2022 akan memberikan batasan dan kuota berdasarkan kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnas Kajiskan). (SC03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *