Ming. Mei 5th, 2024

Tumor Hipofisis, Apa dan Bagaimana Tatalaksananya?

By Redaksi Apr25,2024

Oleh: Wijaya Juwarna, Donny, Marsal Risfandi

Kelenjar pituitari (hipofisis) adalah satu kelenjar dengan ukuran yang sangat kecil seukuran kacang polong, berada di dalam tengkorak tepatnya di bawah otak dan di atas hidung bagian belakang, namun jika pertumbuhan kelenjar tersebut melebihi normal (tumor) dapat menyebabkan penekanan dan merusak otak dan saraf, termasuk gangguan hormonal dan kebutaan.

Tumor hipofisis kebanyakan bersifat jinak. Gejalanya bervariasi bergantung pada jenis tumor dan area yang terlibat di sekitar kelenjar hipofisis. Banyak pasien datang dengan keluhan gangguan penglihatan bahkan kebutaan. Walaupun jinak, pertumbuhan yang progresif bisa menyebabkan keluhan yang mengganggu kualitas hidup pasien. Untuk itu kita perlu mengenal secara dini tentang tumor hipofisis ini dan bagaimana tatalaksananya.

Apa itu Tumor Hipofisis?

Tumor hipofisis adalah suatu pertumbuhan yang abnormal dari kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis adalah kelenjar yang berada di bawah otak (skull base) dan diatas hidung bagian belakang, tepatnya diatas sinus sphenoid. Kelenjar ini menghasilkan bermacam-macam hormon yang sangat mempengaruhi kelenjar lainnya dan begitu banyak fungsi pada tubuh kita. Oleh karenanya kelenjar ini sering disebut dengan master of glands. Peranan kelenjar hipofisis terlihat pada pertumbuhan tulang, mengatur keseimbangan air, dan mempengaruhi sekresi susu.

Kebanyakan tumor hipofisis bersifat jinak dan tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya, namun tumor ini dapat menyebabkan produksi hormon menjadi sangat sedikit atau malah berlebihan, sehingga mengganggu fungsi tubuh kita. Jika tumor ini menyebabkan produksi hormon berlebihan, dapat mengakibatkan kelenjar lainnya juga berlebihan dalam menghasilkan hormon.

Akibatnya akan memunculkan gejala terkait ketidakseimbangan produksi hormon tersebut. Tumor hipofisis dapat juga menyebabkan penekanan pada saraf mata. Hal ini akan mengakibatkan gangguan penglihatan bahkan sampai kebutaan.

Tidak semua tumor hipofisis menimbulkan gejala. Jika tidak bergejala, tumor hipofisis tidak memerlukan pengobatan. Gejala tumor hipofisis paling sering disebabkan oleh tumor yang memberi tekanan pada otak atau daerah sekitarnya. Gejalanya juga bisa disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon. Kadar hormon dapat meningkat ketika tumor hipofisis menghasilkan lebih dari satu hormon, atau tumor berukuran besar yang mengganggu cara kerja kelenjar pituitari dapat menyebabkan penurunan kadar hormon.

Gejala dari tekanan tumor dapat berupa tekanan pada kelenjar pituitary, saraf, otak, dan daerah sekitarnya. Tekanan tersebut menimbulkan gejala seperti: sakit kepala, masalah mata akibat tekanan saraf optik, terutama kehilangan penglihatan samping (penglihatan tepi), dan penglihatan ganda. Selain itu dapat juga berupa nyeri pada wajah, termasuk nyeri sinus atau nyeri telinga, kelopak mata terkulai, kejang, mual dan muntah.

Dari total kejadian tumor otak, angka kejadian tumor hipofisis sekitar 10-15%. Sebanyak 90% kasus tumor hipofisis merupakan adenoma yang bersifat jinak, namun jika pertumbuhan sangat pesat dapat memperberat kondisi klinis yang berpengaruh terhadap kualitas hidup penderitanya. Menurut studi, adenoma ditemukan secara tidak sengaja pada hampir 10% pasien yang diautopsi dan sekitar 10-38% dari pemeriksaan radiologi MRI otak.

Di Amerika Serikat, tercatat sebanyak 1,82 kasus per 100.000 penduduk menderita tumor hipofisis. Di Eropa ditemukan sebanyak 1 kasus per 2.000 penduduk. Di Indonesia, angka kejadian tumor hipofisis sekitar 1-2 kasus per 100.000 penduduk. Kebanyakan kasus tumor hipofisis ditemukan pada usia dewasa muda, dan lebih sering ditemukan pada wanita.

Angka-angka tersebut kemungkinan lebih rendah daripada jumlah kasus sebenarnya karena ada kecenderungan tumor ini tidak terdiagnosis. Sekitar 25% dari populasi menderita tumor hipofisis, namun karena sering tidak bergejala, mereka tidak mengetahuinya.

Meskipun ada komplikasi berupa metastasis (penyebaran) dan apopleksi (perdarahan tiba-tiba) yang dapat bersifat fatal, tumor hipofisis umumnya tidak menyebabkan kematian.

Terapi medikamentosa (obat-obatan), penggantian hormon dan pembedahan (operasi) berkontribusi menurunkan angka kematian.

Penderita tumor hipofisis sering datang dengan keluhan gangguan penglihatan bahkan kebutaan. Keluhan lain terkait gangguan hormonal, nyeri kepala hebat, nyeri hebat di sekitar mata, gangguan pertumbuhan, seperti pembesaran wajah, tangan dan kaki yang sering disebut dengan istilah akromegali, gangguan mental seperti selalu merasa sedih tanpa penyebab yang jelas, dan banyak lagi gejala lainnya. Untuk itu perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT Scan Kepala dan MRI otak, termasuk pemeriksaan darah dan urin untuk melihat kadar hormonal.

Bagaimana Penanganan Tumor Hipofisis?

Tatalaksana tumor hipofisis dapat berupa pembedahan (operasi), radioterapi, medikamentosa (obat-obatan), atau kombinasi ketiganya. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk normalisasi sekresi hormon dan resolusi defisit neurologis (penurunan fungsi saraf) akibat tumor.

Sementara itu, operasi ditujukan untuk mengurangi penekanan (dekompresi) tumor terhadap otak dan saraf mata.

Endoscopic Skull Base Surgery (ESBS), Transsphenoid Approach (TSA) – Teknik Operasi Terkini

Operasi merupakan terapi utama untuk tatalaksana tumor hipofisis. Ada dua pendekatan, yakni kraniotomi dan transsphenoid. Keduanya bertujuan untuk mengangkat tumor. Kraniotomi sering dilakukan pada tumor dengan ukuran yang sangat besar dan telah mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar. Sementara itu, teknik transsphenoid untuk tumor dengan ukuran yang lebih kecil. Pada suatu literatur, Eloy JA dkk. (2009) membandingkan kedua teknik operasi tersebut, tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dari aspek survival, metastasis, dan angka komplikasi. Namun, dengan teknik Endoscopic Skull Base Surgery (ESBS), Transsphenoid Approach (TSA), didapatkan kelebihan berupa singkatnya masa rawatan di ICU dan ruang rawat inap, kurangnya resiko dan banyaknya perdarahan pada saat operasi, cepatnya pemulihan dan tidak adanya bekas sayatan di wajah (sisi kosmetik yang lebih baik). Selain itu, literatur lainnya, Abergel A dkk. (2012), membandingkan kedua teknik dari sisi kualitas hidup (sekresi nasal, perbaikan penglihatan, penciuman, nyeri, dan perubahan bentuk wajah). Teknik TSA menunjukkan angka kualitas hidup (quality of life) yang jauh lebih baik disbanding teknik kraniotomi.

Teknik TSA dilakukan oleh tim yang melibatkan dokter ahli THT dan Bedah Saraf. Dengan panduan endoskopi (video kamera), sebuah teleskop (0 derajat) dimasukkan melalui lubang hidung. Kemudian mukosa sekat hidung bagian belakang dipisahkan dari tulang sekat hidung belakang untuk persiapan nasoseptal flap (Langkah 1). Selanjutnya tulang sekat hidung belakang diangkat/ dipotong (posterior septectomy – langkah 2). Kemudian dilakukan pengeboran pada rostrum sphenoid secara sirkular searah jarum jam (sphenoidotomy – langkah 3). Tampaklah dasar tengkorak (skull base) dan bayangan tumor hipofisis. Barulah kemudian dilakukan pengangkatan tumor hipofisis dengan cara ‘piecemeal’ – sedikit demi sedikit (tumor removal – langkah 4). Defek (cela-kerusakan) setelah pengangkatan tumor ditutup dengan lapisan lemak perut (abdominal fat), tulang rawan sekat hidung dan nasoseptal flap yang telah dipersiapkan sebelumnya (closure – langkah 5).

Selama kurun waktu Juni 2022 – Januari 2024 (hampir 2 tahun), RS Murni Teguh Medan, Sumatera Utara, telah melakukan operasi dengan teknik TSA pada 13 orang pasien. Hasil pemeriksaan histopatologis setelah operasi, 10 diantaranya berjenis makroadenoma (adenoma dengan ukuran lebih dari 1 cm). Diawal periode (3 pasien pertama) operasi berlangsung selama 4-5 jam, kini operasi berlangsung selama 2-3 jam (10 pasien berikutnya). Perdarahan pada saat operasi minimal. Setelah operasi pasien dirawat di ICU selama 1-2 hari, kemudian dirawat di ruang rawat inap selama 4-5 hari. Total masa rawatan 5-7 hari. Sekitar 80-90% pasien mengalami perbaikan tajam penglihatan.

Penulis Dari Departemen Ilmu Kesehatan THT-BKL dan Bedah Saraf, Divisi Skull Base Surgery, RS Murni Teguh Medan, Sumatera Utara

By Redaksi

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *