Sumutcyber.com, Medan – Kantor Advokat Dr. Redyanto Sidi, S.H., M.H. & Partners akan melakukan gugatan terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan ke Pengadilan Negeri Medan.
Gugatan ini dilakukan karena IDI Medan tidak mengeluarkan rekomendasi surat izin praktik (SIP) sebagaimana mestinya dan seharusnya terhadap kliennya dr. Michael Lumintang Loe., M.Si., M.Ked., Sp.BS.
“Klien kita mengajukan surat permohonan rekomendasi SIP ke IDI Cabang Medan sejak April 2020 sampai saat ini. Ini menyebabkan kerugian klien kita, seharusnya dia sudah bekerja sejak April 2020. Dia diterima di salah satu RS di Medan dengan berbagai fasilitas yang diberikan, namun sampai saat ini dia tidak bisa mendapatkan itu sebagaimana mestinya, ini potensi kerugian materiilnya, belum lagi kerugian immateril yang nanti akan kita tentukan,” ungkap Dr. Redyanto Sidi, Senin (29/8/2022).
Disebutkannya, persoalan itu berawal saat adanya syarat yang ditentukan IDI Cabang Medan terkait rekomendasi dari Perhimpunan Ahli Bedah Syaraf. Menurutnya, surat rekomendasi dari perhimpunan itu tidak diatur dalam tata laksana organisasi IDI. “Nah, IDI Cabang Medan membuat itu, tentu tidak sesuai dengan ketentuan dan melanggar hukum sehingga mempersulit klien kita,” ungkapnya.
Begitupun, lanjutnya, kliennya tetap berusaha memenuhi apa yang diminta oleh IDI Medan, sesuai tabel yang tertera pada poin 11 ditampilkan di kantor IDI Medan. “Klien kita berupaya meminta rekomendasi dari Perhimpunan Ahli Bedah Syaraf Sumut. Namun mereka tidak memberikan dengan berbagai hal sehingga klien kita mengadu ke Perhimpunan Bedah Syaraf Pusat melalui PB (Pengurus Besar) IDI. Di situlah kita tahu bahwa yang mengalami persoalan serupa bukan hanya klien kita, tetapi ada tiga dokter lain juga spesialis bedah syaraf, sehingga ada empat orang yang mengalami hal serupa,” jelasnya.
Upaya tersebut membuahkan hasil, PB IDI Pusat melakukan mediasi sehingga Perhimpunan Bedah Syaraf Pusat memberikan surat klarifikasi dan rekomendasi kepada keempat dokter bedah syaraf tersebut.
“Atas dasar surat itu maka klien kita menyampaikan kepada IDI Cabang Medan untuk bisa menerbitkan rekomendasi SIP tersebut dengan melampirkan surat dari Perhimpunan Ahli Bedah Syaraf Pusat, karena dalam ketentuan yang dibuat IDI Cabang Medan pada poin 11 itu tidak disebutkan rekomendasi dari perhimpunan daerah atau pusat. Artinya, dari mana sajakan boleh. Lalu, herannya kita, tiga rekan-rekan klien kita itu, berbekal surat yang sama dari Perhimpunan Bedah Syaraf pusat tersebut, diberikan dan dikeluarkan surat rekomendasi sebagaimana seharusnya sehingga dia mendapatkan rekomendasi dari IDI Cabang Medan. Dengan begitu rekan-rekan klien kita bisa meneruskan urusannya untuk mendapatkan SIP (di Dinas Perizinan). Sementara terhadap klien kita juga dikeluarkan surat rekomendasi juga oleh IDI Cabang Medan yang diteken oleh Ketua dan Sekretaris, tetapi formatnya berbeda dan ada kalimat bahwa klien kita ‘tidak melampirkan surat dari rekomendasi Perhimpunan Bedah Syaraf Sumut’,” ungkapnya lagi.
“Hal inilah yang membuat persoalan itu, kenapa IDI Medan melakukan hal yang berbeda, terhadap persoalan yang sama. Apa maksud dan tujuannya terhadap klien kita? Oleh karena itu kita menduga bahwa kegiatan mempersulit itu disengaja. Kenapa kita bilang disengaja? Karena bukan hanya klien kita yang mengalami serupa, kasusnya sama, pengajuan sama surat rekomendasi dari pusat sama tetapi berbeda perlakuannya, cuma klien kita yang mendapatkan surat rekomendasi yang ‘ajaib’,” tutupnya. (SC03)