Sumutcyber.com, Langkat – Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, melaksanakan sidang lanjutan perkara nomor 467/Pid.B/2022/ PN Stb, dugaan penganiayaan di panti rehab miliki Terbit Rencana Peranginangin (TRP) dengan terdakwa DP dan HS, Rabu (10/8/2022).
Adapun agenda persidangan tersebut mendengarkan keterangan dua orang saksi korban yakni Fendi Irawan (35) warga lingkungan Namo Ukur, kelurahan Namo ukur Kecamatan Sei bingei dan Agustina (35) warga Dusun 6 Sukajahe, Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat, Sumut.
Dimana dalam sidang lanjutan tersebut dipimpin ketua Majelis Hakim Halidah Rahardhini SH MH, beserta Hakim anggota yang digelar di ruangan Prof Dr Kusumah Admadja Pengadilan Negeri Stabat.
Saat dimulai persidangan, ketua Majelis Hakim Halidah Rahardhini SH MH, mencecar beberapa pertanyaan kepada saksi Agustina terkait meninggalnya Sarianto Ginting (Almarhum) dengan menyampaikan. Apakah saksi mengetahui kapan Almarhum meninggal.? “Meninggalnya Almarhum pada 2021,” terang saksi yang juga sepupu korban sambil mengatakan, tidak mengetahui persis kapan tanggal dan bulan tersebut.
Lanjutnya, saat dicecar majelis hakim yang diketuai Halida Rahardhini SH MHum, sepupu korban itu mengaku, Sarianto awalnya dijemput dari rumah adiknya untuk direhab. Tak ada pemaksaan dalam penjemputan itu. “Abang ku itu didorong ke dalam mobil,” tutur Agustina.
Sakit lambung
Begitupun, kerabat Sardianto itu sempat mendengar ada teriakan minta tolong. Kerena, korban selalu menolak setiap kali akan direhab. “Sudah 3 atau 4 kali dia (korban) direhab. Aku dengar, dia selalu menolak saat hendak direhab,” sambungya, sembari mengatakan rumah dia bersebelahan dengan rumah korban.
Dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang Prof Dr Kusumah Admadja itu, Agustina menegaskan, korban merupakan pecandu narkoba sejak SMP. Sardianto juga sering meminta uang untuk memenuhi kebutuhannya terebut.
Setelah lebih kurang dua malam menjalani panti rehab milik Terbit Rencana Peranginangin (TRP), Agustina mendengar kabar Sardianto meninggal.
Ibu rumah tangga itu menambahkan, dia sama sekali tidak mengetahui adanya peristiwa pemukulan atau penganiayaan kepada sepupunya. “Kami terima jenazahnya sudah dikafani dan dimasukkan ke peti. Waktu malam itu dibuka, wajahnya terlihat gemuk. Besoknya baru ada darah kering yang keluar dari hidung dan mulutnya,” sambung Agustina.
Tak Ada Bekas Luka
Sebelum direhab di panti milik TRP, adik korban yang bernama Sariandi Ginting menandatangani surat pernyataan. Isinya, tentang tidak ada tuntutan di belakang hari jika terjadi sesuatu kepada yang direhab.
Kepada jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Langkat dan Kejatisu, Agustina mengaku, sepupunya itu dalam keadaan sehat saat hendak direhab. Dia juga mengatakan, tidak ada melihat bekas luka. “Aku cuma lihat ada keluar darah dari hidung dan mulutnya,” terang Agustina.
Menurunkan Peti Jenazah
Pada kesempatan yang sama, saksi Fendi Irawan mengaku hanya mengantarakan jenazah korban ke rumah keluarganya pada 15 Juli 2021 silam, sekira jam 22.00 WIB. Hal itu atas permintaan Suparman PA yang menhubunginya via telepon seluler.
Saat menjemput jenazah di lokasi panti rehab, Fendi hanya membantu memasukkan jenazah ke dalam ambulans. “Saya hanya membantu dari dalam mobil ambulans,” kata sekuriti Puskesmas Namu Ukur itu.
Sesampainnya di rumah duka, Fendi hanya membantu menurunkan peti jenazah dari dalam ambulans. Dia juga tidak mengetahui adanya peristiwa penganiayaan terkait kematian Sarianto Ginting.
“Waktu itu saya dikasih upah Rp100 ribu dari Suparman. Saya kenal dia (Suparman) karena sama – sama bekerja di puskemas. Waktu saya tanya, Suparman bilang korban meniggal karena sakit,” tutur Fendi.
Setelah mendengarkan keterangan para saksi, katua majelis memutuskan untuk melanjutkan sidang Jum’at (12/8/2022) mendatang. “Diharapkan untuk sidang lebih awal, karena Jum’at itu waktunya sempit,” kata Halida Rahardhini sembari mengetuk palu hakim. (SC-TPA)