Sumutcyber.com, Langkat – Pengadilan Negeri (PN) Stabat kembali menggelar sidang dugaan Tindak Pindana Perdagangan Orang (TPPO),di panti rehab dengan nomor perkara 469/Pid.B/2022/PN. Stb, di ruang sidang Prof Dr Kusumah Admadja Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Selasa(27/9/2022).
Persidangan dugaan TPPO tersebut diikuti secara virtual (online) oleh ke empat terdakwa berinisial TS, JS, RG dan SP dari salasatu ruangan dirutan Tanjung Gusta Medan. Dan pada persidangan itu saat juga, jaksa penuntut umum menghadirkan secara virtual salasatu saksi bupati langkat nonaktif (TRP) yang saat itu berada di salasatu ruangan di gedung KPK RI.
Sidang perkara dugaan TPPO dipimpin ketua majelis hakim Halida Rahardhini SH MHum beserta dua orang anggota. Pada sidang tersebut Ketua mejelis mencecar pertanyaan kepada saksi (TRP)
Majelis hakim coba menggalih asal usul tempat/lokasi yang berada tepat dibelakang rumah pribadi Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Ketua Majelis Hakim Halida Rahardhin bertanya kepada saksi apakah mengetahui ada bangunan didepan kolam itu. “Apakah saudara mengetahui bangunan depan kolam itu,” tanya majelis hakim, sembari sebelumnya bertanya apakah mengenal terdakwa.
(TRP) menjawab, jika mengenal para terdakwa hanya sebatas sekampung. Dirinya juga merincikan lokasi yang dimaksud oleh majelis hakim.
“Ada perkebunan sawit di belakang rumah, milik orangtua, ada kolam, dan ada ada tempat pembinaan narkoba untuk organisasi Pemuda Pancasila (PP),” kata Terbit melalui sambungan video teleconfrence dari gedung KPK.
Diakui Terbit, awalnya kerangkeng manusia dibangun sebagai program untuk pemberantasan narkoba bagi para anggota Pemuda Pancasila (PP), khususnya di Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
“Yang membangun dulu ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) PP Kecamatan Kuala, Taruna Perangin-angin yang masih saudara kakek dengan saya. Pembangunan ini merupakan program dari Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) yang diketuai Pak Aweng ke PAC secara organisasi. Di mana menurut pandangan ketua PAC, anggota kita yang banyak penyalahgunaan narkotika. Namun saat ini Taruna sudah meninggal dunia,” jelas Terbit.
Lanjut ketua majelis, karena awalnya lahan merupakan milik orang tua TRP. Hakim bertanya kepadanya, apakah perndirian itu sudah mendapat izin dari orang tua dan apakah dia mengetahui sudah diizinkan.
“Dapat izin dari orangtua saya, dari situ saya tau soal pembangunan tempat pembinaan ini. Saat itu saya masih menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Kabupaten Langkat,” papar Terbit.
“Lupa, kapan di bangun untuk pembinaan. Sepengetahuan saya dibangun untuk Pemuda Pancasila yang melakukan pembinaan. Saya tidak ada hubungan dengan tempat rehab. Tidak ada saya yang menugaskan para terdakwa dan tidak mengetahui teknik pembinaan. Sebelumnya, lokasi kerupakan gudang untuk kandang ayam,” timpal Terbit.
Tidak hanya sebatas latar belakang pendirian tempat kerangkaeng manusia. Majelis hakim juga bertanya soal letak pabrik kelapa sawit PT DRP. Terbit menjelaskan hal itu dan mengakui jika dirinya sempat menjadi direktur utama.
“Saya direktur utama PT DRP, sampai akhirnya pada tahun 2019 direktur diberikan ke Dewa Perangin-Angin putra saya sendiri. Pabrik ini lebih kurang satu kilometer dari rumah saya,” papar Terbit.
Sejak dirinya tak menjadi direktur, diakui dia, jika dia hanya menjadi penanam modal saja. Namun dirinya membantah, jika ada keterangan dari pihak saksi lain yang mengatakan jika penghuni ada diperkerjakan di PT DRP.
“Tidak ada dipekerjakan orang yang dalam pembinaan (kerangkeng) ke pabrik. Dan saya pun tidak tau dan tidak melihat ada penganiayaan maupun yang meninggal dunia,” ungkap Terbit.
Lanjutnya Ketua majelis hakim menanyai soal anggaran kerangkeng manusia, Terbit menambahkan jika anggaran tersebut berasal dari organisasi Pemuda Pancasila, bukan dari pabrik kelapa sawit PT DRP.
“Sebelumnya pemeriksaan saksi, ada yang mengatakan jika Rp 10 juta per bulan dikeluarkan untuk tempat pembinaan (kerangkeng),” tanya hakim Halida.
Begitu juga soal pembangunan pagar rumah pribadi TRP dan kadang hewan miliknya. Jika yang membangun adalah tukang yang sudah dibayar oleh TRP. “Saksi sebelumnya juga mengatakan, jika yang membangun pagar, ada anak binaa,” cecar Halida.
“Tidak yang mulia, tukang yang membangun yang telah dibayar,” saut Terbit.
Pada sidang itu saksi (TRP) bantah jika adik kadungnya Sribana ada hubungan dengan kerangkeng
Bahkan Halida menyamapikan, jika saksi sering main ketempat pembinaan manusia dan meminta salah seorang penghuni untuk memijiti Terbit. “Keterangan satu anak binaan, kalau saksi (TRP) sering main ke pembinaan, malah saksi di pijit-pijiti,” ujar Halida.
“Itu tidak benar yang mulia,” bantah Terbit.
Mengenai adik kandungnya Sribana Perangin-Angin yang disebut-sebut dalam persidangan. Terbit mengatakan, tidak ada hubungan apapun antara Sribana dengan kerangkeng manusia.
“Sribana dan tempat pembinaan, tidak ada hubungan apapun, tidak mungkin adik saya melakukan itu tanpa memberitahu saya,” ungkap Terbit, yang mengaku jika dirinya hingga sampai saat ini masih menjabat sebagai ketua MPC PP Kabupaten Langkat.
Disisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra Ahmadi Effendi Hasibuan bertanya kepada Terbit, siapa penghuni kerangkeng manusia pertama kali yang dibangun di belakang rumah pribadinya. Sebab, dalam keterangan pemeriksaan ada dijelaskan oleh saksi. “Seingat saya yang pertama kali masuk di pembinaan (kerangkeng) anggota pancasila saudara Amri, terdakwa Uci, terdakwa dan Marlin,” jelas Terbit.
Sedangkan terdakwa Suparman Perangin-Perangin, ada hubungan keluarga dengan TRP. “Taruna adalah orangtuanya Suparman,” ujar saksi.
Indra pun menanyai soal izin kerangkeng manusia yang disebut-sebut TRP sebagai tempat pembinaan organisasi Pemuda Pancasila yang terlibat penyalahgunaan narkoba.
“Tidak tau ada izinnya, fasilitas penunjang, ketua PAC yang tau saya tidak tau. Struktur pembinaan saya juga tidak tau. Jumlah yang dibina saya tidak tau, tidak pernah saya campuri. Begitu juga soal surat pernyataan yang dibuat jika ada yang mau ditampung di tempat pembinaan,” terang saksi.
Saat itu, JPU juga menyingung soal mobil double cabin yang digunakan para terdakwa untuk mengantar penghuni kerangkeng ke pabrik kelapa sawit. “Itu double cabin mobil saya. Saya berikan untuk fasilitas organisasi, bukan untuk pembinaan (kerangkeng),” ungkap Terbit, yang mengenakan pakai berwarna hitam dan celana hitam.
Jika kembali tidak hadir, Sribana akan dipanggil secara paksa
Dalam hal ini, Indra kembali menegaskan soal Istilah anak kandang yang sering disebut-sebut oleh TRP. Namun istilah itu dipakai karena, pada awalnya kerangkeng manusia merupakan tempat pakan ternak ayam. “Anak kandang sering disebut untuk anggota Pemuda Pancasila yang sering berkumpul disekitaran kandang,” kata Terbit.
Setelah dilantik menjadi Bupati Langkat, Terbit mengakui, jika dirinya baru sekali mengunjungi kerangkeng manusia.
“Setelah saya dilantik jadi bupati, pernah ke tempat pembinaan, satu kali pada tahun 2021 dan membawa kadis kominfo. Kadis mengapresiasi dan saya memberitahu itu bukan milik saya. Tahun 2021 seingat saya sewaktu itu, saya tidak melihat keberadaan para terdakwa. Namun ada orang di dalam tempat pembinaan, dan saat itu saya tidak tau berapa jumlahnya. Tidak memperhatikan tergembok atau tidak. Begitu juga, saya tidak melihat selang,” jelas Terbit.
Terdakwa Terang merupakan karyawan PT DRP yang menjabat sebagai kepala sortasi. “Saya tidak tau anak binaan dikerjakan dibagian sortasi. Surat pernyataan itu tidak pernah saya lihat, gitu juga surat keterangan penyerahkan ke tempat pembinaan,” ujar TRP.
Sedangkan itu, saat ini Ketua PAC PP Kecamatan Kuala, dipimpin oleh Rasken Perangin-Angin.
“Rasken tidak pernah sampaikan kepada saya sistem pembinaannya. Dan ketiga terdakwa ini anggota Pemuda Pancasila,” ujar TRP.
Mendengarkan keterangan saksi (TRP) Rencana Perangin-Angin, keempat terdakwa membenarkannya. “Bagaimana terdakwa, benar keterangan saksi,” tanya ketua majelis hakim.
“Keterangan saksi benar yang mulia,” saut keempat terdakwa secara bergantian.
Hingga sidang berakhir, saksi Sribana tak kunjung hadir. Sehingga majelis hakim meminta baik JPU dan Penasehat Hukum (PH), untuk sama-sama memfasilitasi agar yang bersangkutan untuk hadir dipersidangan TPPO yang akan dilanjutkan pada, Rabu (28/9/2022) dengan agenda pemeriksaan saksi Sribana.
“Ya Penasehat Hukum, tolong dikoordinasikan ke Sribana. Karena kalian punya akses (link) agar yang bersangkutan bisa hadir. Jika memang tidak hadir juga, majelis akan mengeluarkan surat untuk dipanggil secara paksa,” tegas ketua majelis hakim, sembari mengetuk palu tiga kali menutup sidang. (SC-TPA)