PANDEMI Corona Virus Disease (Covid-19) hingga saat ini belum bisa dipastikan kapan akan berakhir, termasuk di Indonesia. Namun pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi dinilai tidak lagi efektif untuk pencegahan Covid-19, karena masyarakat harus tetap produktif guna bertahan hidup.
Untuk itu Pemerintah Pusat menginstruksikan penerapan New Normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru, menggantikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Kehidupan Kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai New Normal atau tatanan kehidupan baru,” kata Presiden RI Joko Widodo dalam pidato resminya di Istana Merdeka, 15 Mei 2020.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) di bawah kepemimpinan Gubernur Edy Rahmayadi dan Wakil Gubernur (Wagub) Musa Rajekshah mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah Pusat dalam upaya percepatan penanganan Covid-19.
Setelah menerima masukan dan saran dari berbagai kalangan medis, termasuk para tokoh agama, tokoh pendidikan, para pengusaha, buruh serta para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dirumuskanlah berbagai aturan dan panduan pelaksanaan New Normal (Adaptasi Kebiasaan Baru) yang terangkum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) untuk diterapkan di daerah ini.
Dikatakan Gubernur, Adaptasi Kebiasaan Baru bukan tentang pilihan cocok atau tidak cocok, bukan pula pilihan harus diterapkan atau tidak harus diterapkan. Melainkan sebagai sebuah cara pandang baru dalam menjalani kehidupan, yakni hidup yang produktif dan berdampingan dengan Covid-19. Hal ini ditandai dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dalam aktivitas masyarakat.
Pergub dibuat untuk memberikan arahan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan masyarakat yang produktif dan aman Covid-19, meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan program antara Pemerintah Pusat, Pemprov Sumut dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam upaya pencegahan penularan Covid-19.
Adapun ruang lingkup Pergub di antaranya pedoman Adaptasi Kebiasaan Baru, monitoring dan evaluasi serta sanksi administratif. “Ini akan kita atur dalam Pergub dan Perwal sebagai landasan hukumnya. Tujuan agar semua mematuhi aturan ini,” tegas Edy.
Berdasarkan peraturan yang telah dirumuskan, setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban atau pedoman protokol kesehatan dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, tertulis dan denda. Sanksi administratif adalah pembebanan kewajiban dari pemerintah daerah kepada orang atau badan hukum atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Begitu juga dengan pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajiban menjalankan pedoman Adaptasi Kebiasaan Baru. Pelaku usaha akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, tertulis, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan izin usaha atau izin operasional.
Berdasarkan Pergub tersebut, pemberian sanksi administratif dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan. Bupati dan Walikota juga diberi wewenang untuk menetapkan peraturan di daerahnya masing-masing, namun dengan tetap mengacu pada Pergub tersebut.
“Paling utama adalah masyarakat harus sadar bahwa mulai saat ini kita akan hidup berdampingan dengan Covid-19 yang kita belum tahu kapan berakhir. Jadi, harus tetap waspada dengan jalankan disiplin protokol kesehatan. Kalau ini dilakukan, peredaran wabah ini bisa kita tekan,” jelas Edy.
Pendidikan dan Sekolah
Salah satu pedoman penting yang paling dipertimbangkan dalam Pergub adalah bidang pendidikan, khususnya terkait sistem dan model pembelajaran bagi siswa.
“Bagi saya permasalahan anak sekolah ini yang paling penting, karena ini menyangkut kesehatan dan keamanan anak-anak kita. Harus kita pikirkan bagaimana sistem yang cocok. Pendidikan tetap jalan tapi juga bisa melindungi anak-anak kita,” kata Edy Rahmayadi.
Misalnya untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye dan merah, pembukaan kembali satuan pendidikan dengan sistem Belajar Tatap Muka masih tidak diperbolehkan. Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut tersebut melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tanggal 24 Maret 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) dan SE Sekretaris Jendral (Sesjen) Kemendikbud Nomor 15 Tahun 2020 tanggal 18 Mei 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19)
Untuk daerah yang berada di zona hijau, pembukaan kembali satuan pendidikan agar menunggu keputusan dari pemerintah. Beberapa hal terkait syarat dan prosedur yang tengah dikaji bagi satuan pendidikan di zona ini mencakup ketersediaan fasilitas sanitasi, kesehatan dan kebersihan, kemampuan untuk melakukan jaga jarak 1,5 meter antar peserta didik, kesiapan untuk menerapkan wajib masker dan lain sebagainya.
Gubernur Edy masih melarang pelaksanaan proses belajar mengajar secara tatap muka di sekolah yang berada di Zona Kuning, Oranye, dan Merah. Proses pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar Dari Rumah (BDR).
Untuk itu, Gubernur mengeluarkan SE Nomor 205/GTCOVID-19/VII/2020 tanggal 6 Juli 2020 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19, yang kemudian dipertegas lagi dengan SE Nomor 218/GTCOVID-19/VII/2020 tanggal 16 Juli 2020 tentang Larangan Melakukan Proses Pembelajaran Tatap Muka.
Melalui SE Nomor 218/GTCOVID-19/VII/2020, GTPP Covid-19 Sumut meminta Bupati/Walikota serta sarana pendidikan di Sumut untuk tidak melakukan kegiatan belajar mengajar tatap muka, mulai dari PAUD/TK, SD, SMP sederajat, SMA/SMK sederajat, termasuk perguruan tinggi maupun lembaga kursus di Sumut.
“Pendidikan salah satu kebutuhan penting anak, tetapi sekolah saat ini salah satu tempat yang berpotensi menyebarkan Covid-19. Banyak yang harus disiapkan untuk membuka kegiatan belajar mengajar di sekolah. Belum waktunya kegiatan belajar mengajar di sekolah dilaksanakan saat ini”.
Sedangkan untuk sarana pendidikan agama seperti pesantren atau seminari berasrama yang tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar tatap muka wajib menerapkan protokol kesehatan. Penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 harus dilakukan, baik di sarana pendidikan maupun di asrama.
Refocusing dan Realokasi Tahap II
Tidak hanya penerapan Adapasi Kebiasaan Baru, Gubernur Edy Rahmayadi dan Wagub Musa Rajekshah juga terus berupaya melakukan berbagai terobosan untuk percepatan penanganan pandemi Covid-19, termasuk melakukan refocusing dan realokasi anggaran tahap II.
Refocusing dan realokasi anggaran penanganan Covid-19 tahap II ini sekitar Rp500 miliar, antara lain untuk jaring pengaman sosial sebanyak Rp253 miliar, bidang kesehatan sebanyak Rp130 miliar, dan penanganan dampak ekonomi Rp117 miliar.
Stimulus ekonomi menjadi salah satu prioritas dalam refocusing anggaran tahap II, selain kesehatan dan Jaring Pengaman Sosial (JPS). Penanganan dampak ekonomi atau stimulus ekonomi dibagi ke dalam beberapa sektor, antara lain stimulus ekonomi sektor pertanian, sektor koperasi dan UMKM, sektor perdagangan dan sektor ketenagakerjaan.
Untuk merumuskan kebijakan tersebut, Pemprov Sumut mengundang dan menerima masukan berbagai pihak. “Kita menerima masukan. Ke depan kita akan rumuskan arah kebijakan untuk stimulus ekonomi dari masukan-masukan ini,” ujar Wagub Musa Rajekshah saat memimpin rapat membahas Penanganan Dampak Ekonomi Akibat Wabah Covid-19 di GTPP Covid-19 Sumut, Jalan Sudirman Nomor 41 Medan.
Menurut Wagub, pangan adalah salah satu sektor yang masih memiliki potensi besar dan bisa dibangkitkan pada masa pandemi Covid-19. “Kita belum menyampaikan prioritas apa yang harus jadi fokus stimulus ekonomi. Namun dari gambaran yang kita dapatkan, kita bisa mengembangkan sektor pangan seperti pertanian, peternakan dan perikanan. Jadi ini maunya jadi sektor unggulan ekonomi,” kata Wagub.
Meski begitu tidak tertutup kemungkinan sektor lain. Untuk itu, selanjutnya masukan berbagai pihak tersebut dijadikan bahan pertimbangan Pemprov Sumut. Masukan berbagai pihak mulai dari pemangku kebijakan, pelaku industri hingga akademisi sangat dibutuhkan.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut Sabrina menekankan, agar beberapa kekurangan pada refocusing Tahap I menjadi bahan pembelajaran dan evaluasi untuk bertindak pada refocusing dan realokasi tahap II. Dikatakannya, dari total Rp 1,5 triliun refocusing anggaran, sekitar Rp 502,1 miliar telah digunakan pada tahap I. Selanjutnya, Rp 500 miliar untuk tahap II ilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2020.
“Transparansi dilaksanakan harus menjadi prinsip utama kita dalam merencanakan anggaran biaya penanganan Covid-19. Sebelumnya, kita juga sudah melakukan penandatangan Nota Kesepahaman Pendampingan Hukum dan hari ini semua pihak hadir di sini bersama GTPP Covid-19 Sumut. Kami ucapkan terima kasih, dan perlu kami laporkan bahwa anggaran tahap I saat ini sudah direview dan segera diaudit,” tutur Sabrina.
Berdasarkan berbagai analisis dan kajian yang telah dilakukan, strategi perbaikan ekonomi di Sumut berfokus pada tiga akselerasi ekonomi, yaitu alokasi anggaran untuk usaha dan industri padat karya, penguatan sektor riil dan UMKM, serta penguatan ketahanan pangan. “Tujuannya adalah untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan menekan angka inflasi,” terangnya.
Untuk itu, dibutuhkan upaya penanganan yang dapat memutar kembali roda perekonomian yang sempat terhenti. Kebijakan pemerintah tidak boleh hanya berfokus pada penanganan kesehatan, namun juga pada dampak sosial ekonomi yang terjadi di masa pandemi ini.
Sementara itu, untuk penanganan bidang kesehatan dibagi menjadi dua kategori yakni medis dan non medis. Bidang ini sebenarnya lebih banyak melanjutkan aktivitas sebelumnya yang sudah berjalan di tahap I. Sedangkan, untuk jaring pengaman sosial mendapat porsi lebih banyak, yakni Rp253 miliar dari total refocusing anggaran tahap II, karena diprediksi bertambahnya jumlah kelompok miskin baru.
Namun yang terpenting dari itu semua adalah kemauan dan kesadaran masyarakat untuk mengadaptasi/ menyesuaikan kebiasaan baru dimanapun berada, seperti di rumah, di kantor, di sekolah, di tempat ibadah, juga di tempat-tempat umum, seperti terminal, pasar, dan mal. Diharapkan dengan menerapkan kebiasaan baru secara disiplin, semakin mudah dan cepat memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Dengan demikian, masyarakat tetap bisa bekerja, belajar, beribadah dan beraktivitas lainnya dengan aman, sehat dan produktif. Adaptasi kebiasaan baru yang dimaksud adalah pakai masker, sering cuci tangan pakai sabun, jaga jarak, istirahat cukup, rajin olahraga, makan makanan bergizi dan seimbang. Disiplin masyarakat secara individu maupun kolektif dalam penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru inilah yang menjadi kunci keberhasilan penanganan Covid-19. Semoga.** (HS)