Sumutcyber.com, Medan – Puluhan dokter umum yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sumut bersama organisasi profesi lainnya melakukan aksi solidaritas untuk dokter G terkait kasus dugaan vaksin kosong di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (14/6/2022).
Dalam aksi tersebut, puluhan Nakes (tenaga kesehatan) dan masyarakat itu konvoi dari Kantor PDUI Sumut Jalan Asrama menuju Masjid Agung Medan lalu menuju PN Medan guna memberikan dukungan terhadap dr. G yang menjalani sidang perdana terkait kasus tersebut.
Selain berorasi, mereka membubuhkan tanda tangan di atas spanduk sebagai dukungan untuk dokter G. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan ‘Majelis Hakim PN Medan, Kami Mohon Tegakkan Hukum dan Keadilan, Stop Kriminalisasi Dokter yang Mengabdi Sebagai Relawan Vaksinasi Covid-19.’
Hadir dalam aksi tersebut, Ketua Tim Kuasa Hukum dari Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Sumut Dr Redyanto Sidi SH MH CPMed(Kes) CPArb, Ketua PDUI Sumut dr Rudi Rahmadsyah Sambas, Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Dr. dr. Benny Satria dan lainnya.
“Peristiwa ini adalah peristiwa yang menurut kami banyak kejanggalan dan keanehan sehingga dokter G menjadi korban dalam tanda kutip kriminalisasi. Kenapa kami bilang kriminalisasi? Karena dokter G adalah vaksinator yang bertugas secara resmi berdasarkan surat dari PDUI atas permintaan dari penyelenggara yaitu sesuai dengan suratnya yaitu pihak Polres Belawan,” katanya.
Dia menyebutkan peristiwa ini aneh karena berawal dari video viral seolah-olah vaksinnya kosong lalu dokter G dipersalahkan. “Tidak jelas siapa yang dirugikan, tidak jelas siapa korbannya, sampai saat ini anak yang disuntikkan vaksin yang katanya kosong tadi anaknya sehat-sehat saja, jadi di mana letak menghalang-halangi penanggulangan wabah yang diduga dilakukan dokter G,” tegasnya sembari penyelenggara vaksin juga harus bertanggungjawab terhadap persoalan ini.
Oleh karena itu, dia mengharapkan PN Medan selaku wakil Tuhan di dunia yang menyidangkan perkara ini dapat membebaskan dari tuntutan hukum, karena pasal 57 UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan jelas menyatakan perlindungan hukum terhadap Nakes yang menjalankan tugasnya dengan baik, SOP.
“SOP ini sampai sekarang tidak pernah dibuktikan, tidak pernah ada keputusan etik yang menyatakan kalau dokter ini telah melakukan kelalaian dan sebagainya, maka apa yang dipersalahkan kepada dokter ini apa, ini aneh,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Dr. dr. Benny Satria mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum terkait kasus dokter G dugaan vaksin kosong. “Kita akan mengawal kasus ini bersama para kuasa hukum yang telah kita tunjuk, termasuk teman-teman yang sudah mendukung, ada dari PDGI, PPNI, MHKI dan beberapa organisasi lain. Harapan kita agar dokter G ini bisa bebas dari segala tuntutan,” imbuhnya.
Dia juga menyebutkan, sesuai amanah UU 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, bahwa penyelesaian kasus yang menimpa dokter yang telah melakukan pekerjaannya profesi sesuai Standar Prosedur Operasional akan mendapatkan haknya pembelaan hukum.
Ketika ditanya apakah dokter G pernah menjalani sidang kode etik? Dia menjawab, kasus ini tidak melalui beberapa proses sesuai edaran mahkamah agung yaitu melalui organisasi profesi. “Tetapi kita hormati proses hukum yang hari sedang berjalan. Kita kawal kasus ini, kita sudah menyurati dan berkomunikasi dengan sejumlah pihak agar kasus ini diselesaikan dulu melalui MKEK dan MKDKI, silakan apakah ada Pelanggaran etik dan disiplin, ini yang tidak dilewati, tapi begitu kita hormati proses hukum ini, saya kira ini yang pertama dokter di sidang,” tutupnya. (SC03)