Medan – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan mengaku tengah menangani 36 kasus penyakit kusta yang mereka temukan pada rentang waktu tahun 2023 hingga 2024.
Kabid Pencegahan Penyakit Menular (P2P) Dinas Kesehatan Kota Medan dr Pocut Fatimah Fitri mengatakan akan tetap mengupayakan eliminasi penyakit tersebut yang ditargetkan pada tahun 2030.
“(Eliminasi kusta) tetap diusahakan,” katanya kepada wartawan saat audiensi Forwakes ke Dinkes Kota Medan, Senin (3/2/2025).
Diketahui, pemerintah Indonesia terus mempercepat langkah eliminasi Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs), khususnya kusta dan filariasis. Ditargetkan, kedua penyakit ini dapat bebas pada 2030.
Lebih lanjut, Pocut memaparkan, dari 36 kasus kusta tersebut, sebanyak 22 kasus di antaranya ditemukan pada tahun 2023. Kemudian pada tahun 2024, sebanyak 12 kasus kembali ditemukan.
“Total ada 36 kasus. Tapi itu ada yang sudah selesai minum obat dan ada yang masih berjalan. Kusta ini termasuk pengobatan penyakit menular jangka panjang, pengobatannya setahun,” jelasnya.
Menurut Pocut, untuk memutus rantai penularan penyakit kusta tergolong rumit, sama seperti halnya dengan penyakit Tuberkulosis (TB). Sebab, kata dia, penyakit kusta ini bisa menimbulkan stigma dan diskriminasi di lingkup sosial tempat tinggalnya.
“Sehingga penderitanya merasa malu jika sampai tetangganya mengetahui kalau dia sakit,” ujarnya.
Kusta ini sendiri, terang Pocut, penyebarannya berasal dari bakteri mycobacterium leprae. Penularannya terjadi akibat kontak erat lama (berulang) dengan penderitanya, salah satunya melalui pernapasan.
Pocut menambahkan, penderita kusta yang umum ditemukan di pinggir jalan sebetulnya adalah mantan (penderita) yang sudah berobat, namun kecacatannya tidak bisa dipulihkan. Namun, mereka umumnya adalah pendatang bukan asli warga Medan.
“Memang kusta ini jadi masalah sosial. Kalau mereka jualan pun orang takut, jadi sulit,” pungkasnya.
Sementara, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan, Helena Rugun Nainggolan mengatakan, dalam menangani penyakit kusta, pihaknya tetap berkoordinasi dengan Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumut.
“Terutama adalah mengenai masalah penyediaan obat dan deteksi,” sebutnya.
Penyakit kusta ini, sambung Rugun, proses pengobatannya adalah yang paling lama, sehingga dalam penanganannya harus dilakukan bersama-sama.
“Seperti hal nya dengan TB, kalau ada kasus kita bergerak semua. Bergerak bukan hanya untuk pasien saja, tapi disekitarnya juga, itu pun ada obat khusus,” tandasnya. (SC03)
Komentar