Tingkatkan Akurasi Data, LPPM USU Berkolaborasi IPB Latih Pemuda Desa Lewat Program Data Desa Presisi

Koordinator Data Desa Presisi dari LPPM USU Destanul Aulia saat pelatihan selama 3 hari dalam rangka program Data Desa Presisi. (Ist)

Medan – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sumatera Utara (USU) berkolaborasi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) melaksanakan pelatihan selama 3 hari dalam rangka program Data Desa Presisi.

Program ini dilaksanakan di tiga desa binaan USU, yaitu Desa Saran Padang di Kabupaten Simalungun, Desa Denai Sarang Burung di Kabupaten Deli Serdang, dan Desa Lubuk Kasih di Kabupaten Langkat. Inisiatif ini melibatkan 30 peserta yang terdiri dari pemuda desa, mahasiswa, dan dosen pendamping.

Acara pembukaan program Data Desa Presisi ini diresmikan oleh Sekretaris LPPM USU, Dr. Meutia Nauly, S.Psi., M.Psi dan dihadiri Prof. Ritha Dalimunthe sebagai Koordinator Desa Sarang Burung, Kabupaten Deli Serdang; Dr. Tulus Ikhsan sebagai Koordinator Desa Lubuk Kasih, Kabupaten Langkat; dan Dr. Achmad Sidik Thoha yang bertindak sebagai Koordinator Spasial.

Dalam kegiatan ini, Dr. Sofyan Sjaf dari IPB menjelaskan, salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah perbedaan metodologi dalam pengumpulan data di berbagai tingkatan pemerintahan.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, pengumpulan data yang akurat dan presisi di tingkat desa sangat penting untuk mendukung pengambilan kebijakan yang lebih efektif. “Data Desa Presisi adalah inovasi metodologi yang dibangun secara kolaboratif dari bawah ke atas, melibatkan masyarakat desa dalam proses pengumpulan data,” ujar Dr. Sofyan.

Ia juga menekankan bahwa program ini memberikan pelatihan kepada pemuda desa dalam memahami dan menerapkan metodologi pengumpulan data yang lebih efisien. “Jika pemuda desa dilibatkan langsung dalam proses ini, biaya pengumpulan data bisa lebih hemat, dan hasilnya lebih akurat,” tambahnya.

Selain teori, peserta juga diajarkan cara menggunakan aplikasi untuk sensus, peta spasial, dan sistem web-based GIS (Geographic Information System). “Pemuda desa dilatih tidak hanya untuk memahami teori, tetapi juga untuk mempraktikkan pengumpulan dan pengelolaan data secara langsung di lapangan,” jelas Dr. Sofyan.

Dalam program ini, dosen USU berperan sebagai fasilitator yang mendampingi para pemuda desa dalam proses pengumpulan data. “Para pemuda desa dilatih untuk memahami konteks filosofi di balik Data Desa Presisi serta cara mengaplikasikan teknologi untuk monitoring dan evaluasi data,” tambahnya.

Program Data Desa Presisi di Sumatera Utara telah diterapkan di beberapa lokasi, termasuk di Desa Saran Padang, Desa Denai Sarang Burung, dan Desa Lubuk Kasih. Meski demikian, Dr. Sofyan menyoroti bahwa regulasi yang mendukung penerapan Data Desa Presisi masih dalam proses perumusan di tingkat pemerintahan pusat dan daerah. “Kami berharap program ini dapat menjadi landasan untuk regulasi yang lebih jelas di masa depan,” ujarnya.

Sebagai penutup, Dr. Sofyan menegaskan bahwa kolaborasi ini tidak hanya menguntungkan dari sisi akademis, tetapi juga berperan dalam meningkatkan kapasitas masyarakat desa. “Dengan Data Desa Presisi, diharapkan masyarakat desa dapat mengambil peran lebih aktif dalam pengelolaan data dan pembangunan desa,” pungkasnya.

Program ini diharapkan dapat menjadi model untuk replikasi di desa-desa lain di seluruh Indonesia, sebagai upaya menciptakan desa-desa yang lebih maju dan mandiri.

Destanul Aulia, Koordinator Data Desa Presisi dari LPPM USU, menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk menyediakan data yang akurat dan presisi bagi setiap desa, yang nantinya diharapkan menjadi standar atau benchmark di Sumatera Utara. “Kami berharap seluruh desa di Sumatera Utara memiliki 100% data yang akurat. Bayangkan jika kita memiliki data lengkap, pengambilan keputusan di setiap tingkatan akan lebih presisi, dan desa pun tidak akan repot dengan pengumpulan data yang berulang,” ungkapnya.

Yang menarik dari program ini, menurut Destanul, adalah bahwa data dikumpulkan langsung oleh pemuda desa yang paham betul tentang kondisi desanya. “Para pengumpul data adalah orang-orang yang dibesarkan di desa, sehingga mereka lebih memahami konteks dan realitas setempat. Ini berbeda dengan data yang sering kali dipaksakan dari atas,” tambahnya.

Program ini melibatkan 30 peserta yang terdiri dari pemuda desa, mahasiswa, dan dosen pendamping. Para pemuda desa dilatih untuk mengumpulkan data menggunakan teknologi GPS yang memungkinkan pengumpulan data secara akurat. Setiap rumah dan bangunan diberi nomor unik yang terhubung langsung dengan sistem, sehingga data yang dikumpulkan benar-benar presisi.

Destanul juga menjelaskan bahwa program ini melibatkan metode “Training of Trainers” (ToT), di mana pemuda desa yang telah dilatih akan melatih pemuda lainnya untuk melakukan sensus desa. “Dengan demikian, mereka bisa melakukan sensus sendiri, dan setiap data yang dikumpulkan bukan hanya asal-asalan, tetapi sudah berbasis pada teknologi yang tepat,” jelasnya.

Proses pengumpulan data sendiri memakan waktu sekitar dua jam untuk setiap sensus, dengan berbagai variabel yang dimanfaatkan untuk memastikan ketepatan informasi.

“Dalam sensus ini, setiap data, mulai dari alamat hingga kondisi rumah, bisa terlihat jelas. Jika ada program bantuan pemerintah, misalnya, kita bisa memastikan bahwa bantuan tepat sasaran, karena kita dapat melihat langsung kondisi rumah orang yang bersangkutan,” kata Destanul. (SC03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *