Sumutcyber.com, Medan – Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Sumatera Utara (PSI Sumut) HM Nezar Djoeli mengaku prihatin dugaan perambahan lahan seluas 80 Ha di kawasan Sibolangit Kabupaten Deliserdang yang disebut-sebut milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi.
Terkait masalah ini, mantan anggota DPRD Sumut periode lalu ini mendesak manajemen PDAM Tirtanadi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bergerak cepat menyelamatkan aset yang berfungsi sebagai sumber air perusahaan BUMD itu.
“Jangan lagi bertele-tele, jika benar adanya perambahan ini merupakan persoalan hukum dan sangat mengkhawatirkan,” katanya, Senin (29/11).
Nezar yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi A saat di legislatif lalu, juga meminta kalangan DPRD Sumut segera bergerak mendampingi PDAM Tirtanadi mempertanyakan persoalan itu ke Kementrian Kehutanan RI.
Sebab, kata dia perubahan atau pengalihfungsian hutan lindung menjadi Hak pengelolaan Lahan (HPL) itu diketahui oleh Kementrian Kehutanan RI, meski usulan dimulai dari dinas provinsi.
Nezar juga minta DPRD Sumut, khususnya Komisi A yang membidangi persoalan hutan dan lahan serta persoalan hukum, segera menggelar rapat gabungan dengan Komisi C yang merupakan mitra BUMD untuk membahas persoalan itu.
“Bila perlu segera bentuk pansus di DPRD Sumut, ini sekaligus merupakan sebuah perjuangan yang harus dituntaskan,” ucapnya.
Sebagaimana pengakuan Dirut PDAM Tirtanadi, Kabir Bedi mengatakan lahan seluas 80 Ha di kawasan Sibolangit Kabupaten Deliserdang yang berfungsi sebagai sumber air milik PDAM Tirtanadi diduga telah dirambah.
Pengalihfungsian hutan lindung menjadi HPL itu diprediksi akan menjadi polemik, bahkan dikhawatirkan turut mengganggu sumber air masyarakat pelanggan PDAM Tirtanadi di berbagai wilayah termasuk Kota Medan.
Kabir Bedi menyampaikan kekhawatiran, jika memang terjadi perambahan lahan milik PDAM Tirtanadi di Sibolangit akan berdampak pada distribusi air pelanggan.
Ia memastikan sejumlah pelanggan yang berdomisili di kawasan Simalingkar, Johor, Polonia dan sebagian Deli Tua tidak akan mendapatkan distribusi air, jika lahan itu dirambah dan dijadikan bangunan.
“Apa urgensinya kawasan itu berubah adiministrasinya menjadi HPL. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan mengganggu pelayanan Tirtanadi kepada masyarakat,” sesalnya. (SC03/Rel)