FK UMSU Yudisium dan Mengambil Sumpah 28 Dokter Pj Sekdaprov Sumut Apresiasi UNPRI Medan Berikan Penghargaan Tertinggi untuk Para Ilmuan 75 dari 211 RS di Sumut Penuhi Kriteria untuk Penerapan KRIS Jejak Kaki Harimau Ditemukan di Panji Dabutar, Warga Sitinjo Diminta Waspada UMSU Lepas 8 Mahasiswa Ikuti Student Mobility di INTI University Malaysia Pj Sekdaprov Hadiri Paripurna Penetapan Calon Ketua DPRD Sumut 2024-2029

Nasional

Periodisasi Masa Jabatan Anggota Legislatif Tidak Diperlukan

badge-check


					Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan pertimbangan hukum dalam pengucapan Putusan perkara Pengujian Undang-Undang MPR, DPR, DPD, pada kamis (2/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK. (Sumber: mkri.id) Perbesar

Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan pertimbangan hukum dalam pengucapan Putusan perkara Pengujian Undang-Undang MPR, DPR, DPD, pada kamis (2/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK. (Sumber: mkri.id)

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Permohonan diajukan Muhamad Zainul Arifin, seorang wiraswasta.

“Munurut Mahkamah, hingga saat ini belum terdapat perkembangan dan kebutuhan baru serta alasan yang kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk mengubah pendirian berkenaan dengan isu konstitusional pembatasan periodisasi masa jabatan anggota legislatif,” ungkap Arief saat Pembacaan Pertimbangan Hukum, dilansir dari laman mkri.id, Kamis (2/1/2025).

Lebih lanjut, Hakim Arief Hidayat juga mengutip Putusan MK terhadulu, khususnya Putusan MK Nomor 108/PUU-X/2012 dalam menjawab ketidakperluan untuk memberlakukan periodisasi masa jabatan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Prinsipnya, dalam Putusan a quo Mahkamah telah menegaskan bahwa periodisasi masa jabatan anggota legislatif tidak diperlukan layaknya periodisasi jabatan Presiden sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon mengingat jabatan anggota legislatif adalah jabatan majemuk. Berbeda dengan jabatan Preisden yang merupakan jabatan tunggal, sehingga apabila tidak diberlakukan periodisasi masa jabatan, potensi besar untuk terjadi kesewenang-wenangan.

“Pembatasan masa jabatan Presiden tidak dapat dipersamakan dengan pembatasan yang sama untuk masa jabatan anggota DPR dan DPRD karena sifat jabatan dari kedua jabatan itu berbeda. Presiden adalah jabatan tunggal yang memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, sehingga memang diperlukan adanya pembatasan untuk menghindari kesewenang-wenangan. Adapun anggota DPR dan DPRD adalah jabatan majemuk yang setiap pengambilan keputusan dalam menjalankan kewenangannya dilakukan secara kolektif, sehingga sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi keswenang-wenangan,” ungkap Arief dalam Pembacaan Pertimbangan Hukum.

Atas dasar hal tersebut, Hakim Arief Hidayat mempertanyakan terkait problem konstitusional atas ketiadaan periodisasi masa jabatan anggota legislatif. “Apakah ketiadaan periodisasi masa jabatan anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana yang termuat dalam Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) UU 17/2014 bertentangan dengan UUD NRI 1945?,” ujar Arief saat Pembacaan Pertimbangan Hukum

Cukup Dibatasi oleh Partai Politik

Jika memang diperlukan untuk membatasi jabatan anggota legislatif demi mencegah potensi-potensi negatif yang bakal terjadi, MK merekomendasikan agar pembatasan tersebut dilakukan oleh partai politik. Hal ini dikarenakan partai politik memiliki kewenangan untuk membatasi masa jabatan kadernya dengan mengeluarkan kebijakan internal partai politik.

“Bagi partai politik dapat saja melakukan pembatasan masa jabatan terhadap anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD. Hal itu adalah kebijakan internal masing-masing partai politik yang tidak bertentangan dengan konstitusi,” ucap Arief saat Pembacaan Pertimbangan Hukum.

Namun demikian, Hakim Arief Hidayat juga menyarankan agar partai politik memiliki desain kelembagaan yang ideal dalam pola rekriutmen dan mekanisme kaderisasi guna mampu melahirkan sosok calon anggota DPR/DPRD yang berintegritas. Hal ini diperlukan untuk memaksimalkan peran partai politik melakukan tata kelola internal kader/anggota.

“Konstitusi telah memberikan peran kepada partai politik guna menjamin proses pencalonan anggota DPR/DPRD dilaksanakan melalui pemilu yang demokratis. Dalam konteks ini, peran partai politik diharapkan memiliki desain kelembagaan yang ideal dalam pola rekruitmen dan mekanisme kaderisasi yang terukur, terstruktur, dan sistematis guna mendapatkan calon-calon anggota DPR/DPRD yang memiliki integritas dan kapasitas, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis,” ujar Arief saat Pembacaan Pertimbangan Hukum.

Alhasil, MK memutus menolak permohonan Pemohon. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 157/PUU-XXII/2024 dalam persidangan di MK, Kamis (02/01/2025). (SC02)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

MK: Presidential Threshold Bertentangan dengan Konstitusi

3 Januari 2025 - 07:53

Menkeu Ajak Seluruh Pihak Jaga Semangat Positif Di Awal Tahun 2025

2 Januari 2025 - 14:04

Pemerintah Beri Diskon 50 Persen Biaya Listrik untuk Rumah Tangga

1 Januari 2025 - 18:34

Polri Berhasil Tangkap 10 Buronan High Profile Selama 2024

1 Januari 2025 - 14:51

OJK Tetapkan Batasan Manfaat Ekonomi Pinjaman Daring Dan Siapkan Pengaturan Skema Buy Now Pay Later

1 Januari 2025 - 08:38

Trending di Headline