Sumutcyber.com, Medan – Tersebarnya Surat Keputusan Rektor USU Nomor 82/UN5 1 E/SK/KPM/2021 tentang penetapan sanksi pelanggaran norma Etika Akademik/Etika Keilmuan dan Moral Civitas Akademika atas Nama Dr Muryanto Amin S.Sos, M.Si mengungkap fakta lain.
Yakni, banyak kejanggalan yang terjadi sebelumnya surat keputusan itu diterbitkan.
Hal ini terungkap dalam konfrensi pers yang digelar juru bicara Muryanto Amin, Edy Ikhsan di salah satu kafe di Medan, Sabtu (16/1). Hadir dalam temu pers itu antara lain; Wakil Rektor I USU, Prof Dr Ir Rosmayati Tanjung ; Wakil Rektor II USU, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar, M Ked (OG), Sp OG (K); Wakil Rektor V USU, Ir Luhut Sihombing, MP serta kuasa hukum Muryanto Amin, Hasrul Benny Harahap.
Temu pers itu dibuka dengan pernyataan Muryanto Amin yang disampaikan oleh Edy Ikhsan selaku juru bicara Dekan FISIP itu. Ada tiga poin yang pernyataan Muryanto yang disampaikan Edy Ikhsan.
“Pertama, Surat Keputusan yang ditandatangani Rektor USU Runtung Sitepu itu belum diterima oleh Muryanto Amin. Tapi salah satu pimpinan USU sudah melakukan konferensi pers pada 14 Januari 2021. Bagi Muryanto, keluarnya SK ini menjadi sesuatu yang sangat mengecewakan. Bagaimana tidak, Surat keputusan yang belum final sudah terdistribusi ke mana-mana,” ucap Edy menyampaikan kekecewaan Muryanto.
Kemudian lanjut Edy, bahwa SK No 82 tersebut, belum merupakan surat keputusan final dan mengikat. “Harusnya, dijaga prinsip asas praduga tidak bersalah,” ucapnya.
Serta ketiga bahwa atas dikeluarkan SK tersebut, Muryanto Amin akan melakukan banding administrasi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Karena Kemendikbud yang memiliki kewenangan tertinggi dalam kasus ASN seperti ini. Dan yang berhak memberikan sanksi adalah pejabat yang menetapkan beliau dalam, hal ini Kementerian Pendidikan,”beber dosen Fakultas Hukum USU itu.
Edy menambahkan ini adalah konferensi pers pertama semenjak kasus ini mencuat ke publik. Dia mengatakan Muryanto selama ini memilih diam agar tidak terjadi polemik berkepanjangan.
“Namun pada hari ini tidak mungkin diam dengan serangan bertubi-tubi sejak satu setengah bulan terakhir,” sebut Edy.
Tidak Dilibatkan
Fakta lain muncul dalam keterangan 3 Wakil Rektor yang hadir dalam konfrensi pers ini.
Wakil Rektor II USU, Prof Dr dr Muhammad Fidel Ganis Siregar mengutarakan salah satu keanehan, bahwa kasus yang dituduhkan ke Muryanto Amin sama sekali tidak pernah ada di website Lapor.go.id. Padahal website ini adalah salah satu instrumen untuk menyampaikan aduan yang dikelola langsung oleh kepresidenan
DSalam kasus aduan ini akan diteruskan ke Kementerian Pendidikan dan diteruskan lagi ke USU. Kalau ini tidak direspon, maka grade-nya turun. Artinya yang ada di Lapor.go.id maka wajib dijawab.
“Sehubungan dengan kasus Muryanto Amin, selama beberapa bulan ini, tidak ada laporan atas nama Muryanto Amin. Agak bingung juga kita laporan dari mana tentang plagiarisme Muryanto Amin ini,”ungkapnya.
Adapun tentang pembentukan Komisi Etik, dalam hal-hal seperti ini, ada rapat pimpinan. Termasuk membentuk tim, minimal ada Wakil Rektor II. “Sepengetahuan saya, dalam pembentukan Komisi Etik, suratnya bukan berasal dari bagian SDM. Kalau kami tidak terlibat dalam pembentukan Komisi Etik, bagaimana kami tahu hasilnya. Prosesnya kami tak tahu.
Namun dalam temu pers kemarin, ditulis SK berdasarkan rapat pimpinan, padahal kami hanya mendengarkan. Soal pembentukan tim, kami pun tak tahu kapan dibentuk,”bebernya.
sementara Wakil Rektor I USU, Prof Dr Ir Rosmayati Tanjung memaparkan dari awal pembentukan Tim Penelusuran dibentuk oleh Rektor USU Prof Runtung Sitepu, beberapa hari setelah terpilihnya Muryanto Amin sebagai Rektor USU. Salah satu pertimbangan pembentukan tim, karena pemberitaan media massa.
“Lapor.go.id resmi dikelola kepresidenan, diteruskan ke Kementerian Pendidikan. Nah apa yang ditindaklanjuti Rektor, sepertinya bukan sesuatu yang resmi. Karena aduan tentang Muryanto Amin hanya dari email, bukan dari Lapor.go.id,”ungkapnya.
Tim penelusuran, sudah mengeluarkan keputusan tapi tidak memanggil pihak yang terlapor. Ada alurnya sebenarnya, tapi tidak digunakan. Harus ada pendampingan yang melakukan plagiat dan dibandingkan dengan berkas aslinya. “Ini kan tidak dilakukan,”ungkapnya.
Pertemuan kedua barulah dilakukan klarifikasi oleh Rektor Terpilih di hadapan Dewan Guru Besar. Hasilnya, Tim Penelusuran tidak ada rekomendasi apapun hanya untuk diteruskan ke Dewan Guru Besar.
“Lalu kita tidak tahu menahu, rektor membentuk tim Komisi Etik. Kami bertiga (WR I, II, dan V) tidak pernah dilibatkan dalam pembentikan Komisi Etik ini. Kalau ini penting, harusnya kami dilibatkan. Sampai personal-personalnya kami tidak tahu siapa. Tim Penulusuran juga kami tidak tahu siapa,”ungkapnya.
“Jadi kita melihat independensinya juga diragukan. Saat pengumuman hasilnya kami bertiga diundang hanya untuk mendengarkan. Karena kami tidak dilibatkan dari awal, maka kami menolak hasil tersebut. Kami sudah menyampaikan surat penolakan pada 13 Januari 2021. Tapi tidak pernah diberitahukan tentang surat penolakan kami hingga muncul SK Rektor No 82,”imbuhnya lagi.
Sedangkan Wakil Rektor V USU, Ir Luhut Sihombing, MP menyampaikan
dari awal kasus ini kan bukan plagiat seperti yang ada dalam Permendiknas No.17 Tahun 2010. Kasus ini bukan perihal mencuri karya orang lain, tapi tulisan milik Dr.Muryanto Amin sendiri.
“Jadi masih debatable dan tidak substansif. Hasil rapat Dewan Guru Besar juga tidak kesimpulan bahwa ada kesalahan. Banyak pendekatan penanggulangan yg bisa dibuat. Bisa refresif, kuratif bisa juga persuasif. Disini perlunya ada rapat pimpinan agar keputusannya kolektif kolegial sesuai dengan amanat Peraturan Menristekdikti Nomor.54 Tahun 2016. Tanggal 13 Januari 2021 kita diundang untuk mendengarkan hasil rekomendasi Komisi Etik, dari hasil itu Rektor USU Prof Runtung,SH.MHum mengakatan akan menganalisis dan melihat kembali untuk membuat suatu keputusan,” sebutnya.
“Itu sebenarnya harapan saya, tapi ternyata tanggal 14 Januari 2021 keputusannya sudah dibuat.Dampak tindakan refresif ini akhirnya telah merugikan institusi USU sendiri,”imbuh nya lagi.
SK Untuk Muryanto Berbau Politis
Kuasa Hukum Rektor USU Terpilih Muryanto Amin, Hasrul Benny Harahap memaparkan dari kajian yang dilakukannya, kliennya itu tidak terbukti melakukan plagiarisme dan self-plagiarism.
“Plagiarisme menjiplak karya orang lain. Self-Plagiarism menjiplak karya sendiri, itu tidak ditemukan. Tim Penelusuran dibentuk setelah Muryanto Amin terpilih. Apalagi ada pengakuan WR I, II, dan V, mereka tidak dilibatkan,”sebut Hasrul.
“Kagetnya kami kemarin telah keluar SK Rektor USU memutuskan Rektor USU terpilih dikenakan sanksi, dan Klien kami tidak pernah menerima SK tersebut. Menurut saya SK itu tidak bisa di-publish karena belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap kita menduga ini ada. Kok buru-buru. Tapi pada hari ini kita berkumpul di sini, karena ini sudah keterlaluan. Kok SK-nya sudah dipublish,” imbuh Hasrul,
Atas kondisi itu lanjut Hasrul, pihaknya menduga pelaksanaan proses penjatuhan sanksi pelanggaran berat terhadap Muryanto adalah tindakan politis karena dilakukan secara tergesa-gesa setelah Muryanto secara resmi terpilih sebagai Rektor USU.
“Apalagi dilihat dari sisi hukum dan administrasi sudah terang benderang klien kami tidak bersalah sehingga lebih jauh lagi kami menduga bahwa penjatuhan sanksi terhadap klien kami adalah tindakan untuk mengalihkan atau menutupi tindakan-tindakan plagiat lainnya yang diduga untuk memasung klien kami sebagai pimpinan barunya,”ungkap Hasrul.
Atas dasar itu juga, Hasrul menegaskan pihaknya berkomitmen akan tetap melanjutkan proses pelanggaran nama baik secara akademis seperti plagiarisme atau tindak pidana lain yang diduga merusak dunia pendidikan umumnya, dan USU khususnya baik secara pribadi maupun rektor USU nantinya.
“Konferensi pers hari ini adalah deklarasi pernyataan komitmen klien kami untuk tetap menegakkan kebenaran dan keadilan serta membuka praktek-praktek kecurangan yang merugikan universitas agar dunia pendidikan kita khususnya USU menjadi lebih baik,” tutupnya. (SC04)