Ini Poin Penting Kesepakatan MUI, Kanwil Kemenag dan Perwakilan BWI Sumut soal Wakaf

Sumutcyber.com, Medan –  Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara Dr. H. Maratua Simanjuntak, Kepala Kanwil Kemenag Sumut Drs. H. Syahrul Wirda, MM dan Ketua Perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Sumut Drs. H. Syariful.Mahya Bandar, M.Ap menandatangani kesepakatan bersama terkait upaya untuk mendinamisasi pengelolaan dan pemberdayaan wakaf di Provinsi Sumatera Utara.

Penandatanganan dilakukan Bertempat diruang rapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara, Selasa (19/10/2021) lalu, bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1443 H.

Bacaan Lainnya

Penandatanganan kesepakatan bersama itu merupakan tindak lanjut dari kegiatan Muzakarah Hukum Pertanahan dan Wakaf yang diselenggarakan Komisi Hukum, HAM dan Perundang Undangan MUI Sumatera  Utara tanggal 28 September 2021 yang lalu di MUI Sumatera Utara.

Ketua Perwakilan BWI Sumut Syariful Mahya Bandara mengatakan, beberapa poin penting kesepakatan bersama tersebut antara lain, menempatkan posisi nazir sebagai otoritas tertinggi harta benda wakaf sesuai ketentuan syar’i dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, memperjelas posisi nazhir harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah meliputi juga harta benda wakaf yang ada di atasnya seperti masjid, madrasah/sekolah, dan harta benda wakaf lainnya yang berada di atas tanah wakaf tersebut, mengupayakan dan menuntaskan agar semua tanah wakaf memiliki AIW/ AP-AIW sampai kepada pensertifikatan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Syariful Mahya Bandar menjelaskan, disepakati juga hal yang selama ini agak membingungkan masyarakat tentang istilah BKM ( Badan Kenaziran Mesjid ), Badan Kemakmuran Mesjid dan Badan Kesejahteraan Mesjid. Ditegaskannya, bahwa untuk selanjutnya istilah BKM yang ada di Masjid hanya dalam pengertian (BKM) Badan Kemakmuran Mesjid, dengan tugas meliputi Bidang Idarah  (organisasi dan manajemen), Bidang Imarah (Ibadah, Taklim, Dakwah, PHBI dll), dan bidang Ri’ayah (pemeliharaan dan lingkungan ), dan Badan Kemakmuran Masjid berada dalam pengendalian dan pengawasan Nazir/ Kenaziran.

“Istilah Badan Kesejahteraan hanya sampai tingkat Kelurahan/ Desa sesuai Peraturan Menteri Agama No : 54 Tahun 2006, dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Sementara istilah (BKM) Badan Kenaziran Mesjid ditiadakan dan disesuaikan dengan ketentuan Undang undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yaitu Nazhir atau Kenazhiran. Disepakati juga tentang pola hubungan Nazhir/ Kenazhiran dengan Badan Kemakmuran Mesjid ( BKM ), langkah tentang wakaf produktif, Gerakan Wakaf Uang ( GWU ),  pembekalan/ pelatihan PPAIW, dan Notaris sebagai PPAIW termasuk kemungkinan membentuk tim tehnis apabila diperlukan,” ungkapnya. (SC03/Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *