Indonesia Alami Bencana 10 Kali dalam Sehari

Rumah di Sergai terendam banjir. (Istimewa)

Sumutcyber.com, Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Ganip Warsito meminta seluruh elemen agar meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana yang dapat dipicu oleh faktor cuaca dan adanya fenomena La Nina di Tanah Air.

Hal itu diungkapkan Ganip saat memberikan arahan langsung dalam ‘Rapat Koordinasi BNPB-BPBD Kesiapsiagaan Menghadapi Dampak  La Nina  2021-2020’ melalui media daring di Jakarta, Kamis (4/11).

“Fenomena La Nina harus bersama-sama kita antisipasi dan kita siapkan kesiapsiagaannya,” jelas Ganip.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir pada periode 2016 hingga 2020, BNPB mencatat ada sebanyak 17.032 kali kejadian bencana yang terjadi di Tanah Air. Adapun dari data tersebut, hampir 99 persen kejadian bencana yang dilaporkan adalah jenis bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, longsor, cuaca ekstrem, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan.

Bacaan Lainnya

Data yang dirangkum BNPB selama periode 2021, tercatat setidaknya ada 2.172 kejadian bencana alam hingga 3 November 2021 yang juga didominasi oleh jenis bencana hidrometeorologi.

Dari data tersebut, Ganip menggarisbawahi bahwa kejadian bencana itu bukanlah jumlah yang kecil. Apabila dirata-rata, maka setidaknya Indonesia mengalami kejadian bencana sebanyak 10 kali dalam sehari. Di sisi lain, setiap bencana juga diikuti oleh kerugian harta dan jiwa raga.

“Artinya, setiap hari setidaknya kita mengalami kejadian bencana sebanyak 10 kali. Hal ini tentu bukanlah jumlah yang kecil, karena setiap bencana selalu membawa dampak kerugian harta dan jiwa,” kata Ganip.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah mengeluarkan informasi peringatan dini tentang adanya fenomena La Nina yang melanda wilayah Indonesia sejak bulan Agustus dan diprakirakan akan berkembang hingga Februari tahun 2022.

Fenomena La Nina itu menurut BMKG berdampak pada kenaikan intensitas hujan dan dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor.

Merujuk pada prakiraan BMKG dan hasil data bencana periode terdahulu, Ganip meminta agar seluruh elemen pemerintah dan masyarakat dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan mengupayakan langkah mitigasi yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Ganip juga menekankan, upaya kesiapsiagaan tersebut harus dilakukan pada level yang lebih kecil hingga kabupaten/kota.

“Hal ini tentu saja memerlukan respon kesiapsiagaan yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi, di tahun ini BMKG telah menyampaikan bahwa akan terjadi fenomena La Nina yang berdampak pada kenaikan intensitas hujan yang bisa memicu terjadinya bencana hidrometeorologi basah,” jelas Ganip.

“Pada level yang lebih kecil, yaitu kabupaten/kota, kewaspadaan serta mitigasi dampak La Nina mutlak dilakukan,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Ganip mengapresiasi beberapa pemerintah daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang telah melaksanakan apel kesiapsiagaan dalam rangka antisipasi dampak La Nina di wilayahnya masing-masing. Dia berharap, hal serupa juga dapat ditiru oleh daerah lain, sehingga setiap daerah memiliki rencana kontijensi yang berisikan siapa berbuat apa pada saat menuju kedaruratan nanti.

“Saya mengapresiasi Kepala BPBD dan pimpinan daerah yang telah melaksanakan apel kesiapsiagaan, seperti yang sudah dilakukan oleh Provinsi DKI Jakata, Provinsi Jawa Timur, kemudian kabupaten/kota seperti Kabupaten Grobogan, Kabupaten Magelang, Tegal dan masih banyak lagi yang telah melakukan itu,” ungkap Ganip.

“Rencana kontinjensi ini tentunya perlu dilatih dan disimulasikan, baik berupa table top exercise maupun gladi lapang,” imbuhnya.

Pada implementasinya, Ganip berharap pemerintah daerah agar melibatkan seluruh unsur ‘pentaheliks’ dalam giat kesiapsiagaan melalui konsolidasi relawan dan sosialisasi keluarga tangguh bencana. Selain itu, penguatan sistem peringatan dini berbasis masyarakat untuk kepentingan kedaruratan dan evakuasi juga harus ditingkatkan, terlebih dalam jejaring komunikasi masyarakat dan komunitas seperti pemasangan rambu daerah rawan bencana, jalur evakuasi dan simulasi evakuasi secara berkala.

“Saya memantau, jejaring komunikasi peringatan dini dan kedaruratan sebenarnya sudah ada dan berjalan baik. Ini harus kita optimalkan agar benar-benar bisa berfungsi mengurangi potensi kerugian saat terjadi bencana,” jelas Ganip.

Lebih lanjut, Kepala BNPB memberikan arahan kepada pemangku kebijakan di daerah agar segera menetapkan status siaga darurat apabila diperlukan dalam rangka penanggulangan bencana saat masa tanggap darurat. Melalui status tanggap darurat tersebut, maka seluruh unsur kementerian/lembaga terkait dapat bersama-sama mendukung penanganan bencana di tiap-tiap daerah.

“Tetapkan status siaga darurat jika diperlukan. Karena status siaga darurat ini membantu kita di dalam pelibatan kementerian/lembaga untuk mendukung penanganan bencana di daerah,” jelas Ganip.

Catatan yang dirangkum Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom) BNPB, sejumlah wilayah yang cenderung memiliki potensi dampak La Nina meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bandung di Provinsi Jawa Barat. Kemudian di Jawa Tengah adalah Kabupaten Cilacap, Kota Semarang, dan Kabupaten Banyumas. Selanjutnya Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Situbondo. Berikutnya Provinsi Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Bone. (SC04)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *