Sumutcyber.com, Jakarta – Kondisi geopolitik terkini, khususnya terkait gejolak di kawasan Timur Tengah, telah memberikan dampak nyata terhadap perekonomian global. Seiring dengan upaya untuk tetap menjaga pertumbuhan perekonomian nasional yang sudah baik, Pemerintah terus memonitor setiap perkembangan yang ada serta menyiapkan berbagai upaya untuk memitigasi segala potensi risiko dampak yang akan muncul.
“Pada prinsipnya, deeskalasi ataupun menahan diri merupakan suatu hal yang sangat penting. Terutama terhadap negara-negara yang terlibat di sana. Dari sisi perekonomian, tentu kita melihat terjadi lonjakan harga minyak akibat serangan Israel ke kedutaan Iran di Damaskus dan juga terhadap retaliasi yang dilakukan oleh Iran,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada saat konferensi pers usai Rapat Terbatas terkait Perkembangan Situasi Global di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
“Dari segi ekonomi, Laut Merah dan Selat Hormuz itu menjadi penting, terutama karena Selat Hormuz itu 33 ribu kapal minyak dan Laut Merah itu sekitar 27 ribu. Dan peningkatan freight cost itu menjadi salah satu hal yang harus dimitigasi,” imbuh Menko Airlangga, dilansir dari laman ekon.go.id.
Menko Airlangga juga menyampaikan secara fundamental, perekonomian Indonesia saat ini tumbuh solid di kisaran 5% dengan inflasi dalam rentang 2,5±1%. Neraca Perdagangan Indonesia juga masih mengalami surplus dan Cadangan Devisa mencapai sekitar USD136 milyar.
Dari segi pasar keuangan, dollar index mengalami penguatan di tengah rilis data ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan penguatan. Kemudian, Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa ekskalasi tentu meningkatkan ketidakpastian dan yang harus dimitigasi yakni beralihnya aset ke safe haven seperti halnya mata uang Dollar dan emas.
“Nah, nilai tukar dan indeks harga saham itu juga mengalami pelemahan secara global. Namun Indonesia dibandingkan peer countries relatif masih salam situasi aman,” ungkap Menko Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menyebutkan bahwa Indonesia perlu mengambil beberapa kebijakan antara lain bauran kebijakan fiskal dan moneter, menjaga stabilitas nilai tukar, menjaga APBN, hingga memonitor kenaikan logistik dan kenaikan harga minyak.
“Bagi sektor riil, dampak depresiasi nilai tukar dan kenaikan ini salah satu yang dilihat yang tentu sangat berpengaruh terhadap impor. Namun tentu efek juga terhadap eksportir mendapatkan devisa lebih banyak. Tentu ini plus minusnya kita harus jaga,” jelas Menko Airlangga.
Pemerintah terus melihat reform struktural dan menjaga ekspektasi daripada investor, dan juga memperkuat daya saing, dan juga untuk menarik investasi jangka panjang ke Indonesia. Jadi kepastian-kepastian itu yang harus dijaga dan tentu nanti berbagai skenario sudah dibahas, tentunya juga menjaga agar defisit tetap dalam rentang yang diperbolehkan oleh Undang-Undang. (SC03)