Dr. Rizky Adriansyah: Jangan Terlambat Ketahui Gejala Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi

Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Rizky Adriansyah, MKed (Paed), SpA (K) saat berbincang dengan dr. Tri Widyawati di kanal YouTube eRHaeS Triwidyawati, Minggu (19/2/2023).

Sumutcyber.com, Medan – Kasus penyakit jantung bawaan (PJB) atau jantung bocor pada anak umumnya  baru diketahui setelah lahir atau diketahui setelah muncul gejala klinis.

Gejala penyakit jantung bawaan ini pun bervariasi, mulai dari yang tidak bergejala sama sekali sampai muncul gejala berat.

Hal ini disampaikan Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Rizky Adriansyah, MKed (Paed), SpA (K) dikutip dari kanal YouTube eRHaeS Triwidyawati, Minggu (19/2/2023). Kanal tersebut membahas seputar informasi obat dan kesehatan yang dipandu oleh dr. Tri Widyawati.

Disebutkan dr. Rizky Adriansyah, gejala penyakit jantung bawaan pada anak ini ada yang muncul pada awal-awal kelahiran, beberapa bulan kelahiran atau beberapa tahun kemudian. “Biasanya kalau PJB-nya berat, di awal-awal lahir itu bayinya tampak biru di daerah mukosa, seperti mulut, lidah dan juga ujung-ujung jari,” imbuhnya.

Bacaan Lainnya

Gejala lain penyakit jantung bawaan ini adalah sesak nafas. Sesak nafas ini muncul biasanya setelah timbul gejala biru pada tubuh bayi.

“Pada awal kelahitan suara jantungnya normal, namun beberapa kemudian tiba-tiba tidak normal atau suara jantungnya bising. Ada juga yang baru ketahuan setelah beberapa bulan dipantau berat badannya tidak naik, padahal orang tua sudah mengupayakan minum susunya maksimal. Kalau seperti ini perlu diskrining untuk mengetahui apakah si bayi mengalami penyakit jantung bocor,” pungkasnya sembari mengatakan, gejala ini tergantung jenis jantung bocornya, biasanya dikelompokkan jantung bocor biru dan tidak biru.

Dijelaskan dokter RSUP H. Adam Malik ini, pnyakit jantung bawaan pada anak sudah dimulai sejak dalam kandungan. Artinya proses itu sudah terjadi sejak dalam kandungan. “Jantung bawaan ini bisa diketahui ketika masih dalam kandungan, tetapi tidak semua kasus juga. Biasanya yang diketahui itu penyakit jantung bawaan yang kompleks atau rumit. Itu diketahui melalui alat ultrasonografi (USG),” ungkapnya.

Namun, sebutnya, yang menjadi problem tidak semua dokter spesialis kandungan yang konsern untuk identifikasi penyakit jantung bawaan tersebut. “Dokter spesialis kandungan itu harus belajar lagi ahli fetomaternal, ahli yang memang khusus mempelajari kondisi janin di dalam dan biasanya juga bekerja sama dengan dokter ahli jantung anaknya. Jadi dokter ahli jantung anaknya dipanggil juga untuk melihat apakah ada suatu penyakit jantung bawaan,” imbuh dr. Rizky yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) Sumut ini.

Ketika ditanya fakto resiko munculnya penyakit jantung bawaan ini? Dr. Rizky Adriansyah menjawab, sampai saat ini tidak diketahui penyebabnya secara pasti.

“Orang-orang yang belajar penyakit jantung bawaan ini menyepakati bahwa tidak ada sebab yang bisa kita nyatakan hubungan sebab akibat, artinya tidak diketahui penyebabnya,” ungkapnya.

Namun, dr. Rizky menyebutkan ada beberapa faktor resiko terjadinya PJB pada anak. Pertama, bayi PJB lahir dari ibu yang tidak mengkonsumsi asam folat. Kedua, dari ibu yang tidak diimunisasi dengan vaksin rubella, kemudian bayi PJB itu lahir dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan saat hamil.

“Obat-obatan itu bisa membuat atau mempengaruhi janin di dalam kandungan. Akibatnya proses pembentukan jantung di dalam kandungan itu jadi terganggu karena obat yang dikonsumsi tanpa resep dokter itu,” imbuhnya.

Dia juga menjelaskan, pembentukan organ-organ janin di dalam kandungan terjadi pada triwulan pertama. Oleh karena itu, ibu hamil harus betul-betul mengkonsumsi gizi yang baik, makanan-makanan yang berprotein. “Ibu hamil juga jangan langsung konsumsi obat tanpa resep dokter kalau hanya demam sedikit atau ada gejala penyakit lain,” tuturnya.

Terkait pengobatan PJB, dr. Rizky menyebutkan, ada yang harus segera diambil tindakan operasi dan ada juga yang ditunda sampai berat badan atau usia tertentu.

“Tindakannya ada yang melalui operasi dan nonoperasi lewat kateter, tidak dibelah dada tapi dilakukan tindakan penutupan bocor melalui pembuluh darah lewat paha. Ini sering kita lakukan dan tingkat keberhasilannya 80 persen,” imbuh Rizky.

“Ada juga yang tidak dilakukan tindakan apapun, karena mungkin pilihannya memang dikasih obat dan pemantauan tumbuhkembangnya, bocornya itu bisa menutup sendiri. Itupun dengan kriteria tertentu seperti besar bocornya tidak terlalu, tidak ada pembengkakan jantung, berat badannya bagus, tidak ada kelainan jantung yang lain selain itu. Begitupun tidak bisa dengan serta merta kita bilang ini bocornya bakal nutup sendiri. Oleh karenanya dokter akan melakukan pemantauan terlebih dulu sampai beberapa bulan atau beberapa tahun. Nah, sebagian besar memang tidak bisa nutup sendiri,” sambungnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, deteksi dini terhadap PJB ini sangat penting, baik untuk orang tua dan dokter dalam memutuskan, merencanakan waktu tindakan operasi/nonoperasi, karena ada kasus PJB yang harus diambil tindakan segera dan ada yang bisa ditunda sampai berat badan dan usia tertentu pada penderita.

“Hindari 4 T, yaitu terlambat disadari, terlambat didiagnosis, terlambat dirujuk dan terlambat diobati. Penting bagi masyarakat untuk menghindari yang pertama, jika ada gejala, keluhan pada anaknya bawa segera ke rumah sakit atau mendatangi fasilitas kesehatan. Begitu juga dengan dokter di Faskes tingkat pertama ini, jangan sampai terlambat merujuk hingga kita yang berada di RS rujukan ini bisa memberikan pengobatan yang maksimal kepada pasien,” tutupnya. (SC03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *