Sumutcyber.com, Medan – Anggota DPRD Sumut Dimas Tri Aji berpendapat, selama penegakan hukum lemah, dan tidak dijalankan secara tegas, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak akan pernah padam.
“Saya kira poinnya jelas, jika hukum lemah, korupsi akan sulit dihentikan, bahkan tidak pernah padam,” ujar Dimas kepada wartawan di sela acara rapat kerja DPRD Sumut, di Brastagi, Selasa (27/9/2022).
Anggota dewan dari Fraksi NasDem ini merespon kembali ditangkapnya hakim agung Sudradjad Dimyati oleh tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (21/9/2022).
Operasi Tangkap Tangan alias OTT terhadap hakim agung itu menambah deretan panjang aparatur negara yang dicokok KPK sejak tahun 2004 hingga tahun 2022.
Mereka yang terjaring melibatkan pejabat politik, yakni DPR/DPRD 257, 22 gubernur dan 119 wali kota/bupati, dan dari 397 perkara, 36 persen di antaranya kasus korupsi.
Menyikapi hal ini, Dimas mengaku tidak kaget lagi, karena banyak faktor. Di antaranya, masih ada ruang untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Kemudian, pengawasan yang lemah terhadap tugas, pokok, dan fungsi aparatur negara, sehingga sangat dimungkinkan terjadinya praktik korupsi dan lainnya yang bertentangan dengan hukum.
“Intinya, menurut saya, akar persoalan kasus korupsi terletak pada penegakan hukum yang harus sesuai undang-undang yang berlaku, tegas dan memberikan efek jera,” katanya.
Selain itu, proses penyeleksian aparatur negara harus benar dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ketat. “Kalau masih ada yang bermental korupsi, jangan dipilih jadi pejabat,” ujarnya.
Menyinggung bobroknya mental aparatur negara yang terkena OTT, Dimas menyebut, pemerintah harus tegas. “Karena ini kan bukan masalah satu-dua hari, tetapi sudah berkarat, dan yang kena OTT sudah semakin berani dan tidak takut lagi,” ujarnya.
Tegas, lanjut Dimas, perekrutan SDM harus disertai sanksi berat dan maksimal, guna memberikan efek jera, begitu juga jika pejabat tersangkut hukum, termasuk korupsi, harus diproses dan dijatuhi hukum berat. (SC03)