Pendidikan Perubahan Iklim Masuk Kurikulum Lewat Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler

webinar Silaturahmi Merdeka Belajar dengan tema “Bergerak Bersama untuk Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka“ (10/10/2024). (Dok. Kemendikbudristek)

Jakarta-Menanggapi isu perubahan iklim yang semakin mendesak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) telah menyusun Panduan Pendidikan Perubahan Iklim. Panduan ini disusun melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, sebagai salah satu isu prioritas dalam kurikulum nasional.

Ketua Tim Kurikulum dari Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar), Yogi Anggraena, menjelaskan bahwa materi perubahan iklim tidak akan menjadi mata pelajaran baru, melainkan akan dimasukkan ke dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

“Kegiatan intrakurikuler adalah pembelajaran yang sudah ada. Kokurikuler bertujuan memperkuat pembelajaran intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Sementara ekstrakurikuler lebih fokus pada pengembangan minat siswa dan keterampilan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan,” jelas Yogi dalam webinar Silaturahmi Merdeka Belajar dengan tema “Bergerak Bersama untuk Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka“ (10/10/2024).

Yogi menambahkan bahwa pada tahap awal, pihaknya memetakan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik di berbagai jenjang, mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Setelah itu, kompetensi-kompetensi tersebut dipetakan ke dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ia juga menekankan bahwa tema perubahan iklim sudah tercakup dalam beberapa mata pelajaran, sehingga siswa akan belajar secara tidak langsung. Selain itu, tema ini akan diperkuat dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang berfokus pada gaya hidup berkelanjutan dan ekstrakurikuler seperti Pramuka.

Bacaan Lainnya

Kemendikbudristek juga telah menyusun panduan yang berisi contoh-contoh praktik baik untuk membantu sekolah dalam menerapkan pendidikan perubahan iklim. Diharapkan pendidikan perubahan iklim ini dapat menjadi gerakan bersama di seluruh sekolah.

Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari, menyampaikan apresiasinya terhadap panduan yang disusun oleh Kemendikbudristek. Menurutnya, panduan ini sangat diperlukan, tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa mendatang.

“Saat ini ada tiga krisis lingkungan besar yang kita hadapi: perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan pencemaran limbah serta sampah. Ketiga krisis ini saling berkaitan. Oleh karena itu, KLHK mendorong gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah sebagai salah satu langkah menghadapi tiga krisis ini,” jelas Luckmi.

Ia juga berharap melalui pendidikan perubahan iklim, anak-anak akan lebih memahami bahaya perubahan iklim serta potensi yang ada di daerah masing-masing. “Setiap daerah memiliki dampak perubahan iklim yang berbeda-beda. Harapannya, siswa dan guru bisa memahami hal ini dan mengambil langkah-langkah yang sesuai,” lanjutnya.

Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Ali Mukodas, mengungkapkan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan surat edaran terkait panduan implementasi kurikulum, yang menekankan pentingnya memasukkan isu-isu aktual, termasuk perubahan iklim, dalam pembelajaran.

“Pemprov DKI Jakarta mendukung penuh pendidikan tentang perubahan iklim. Sejak 2016, sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) tentang sekolah rawan bencana. Kami juga mengapresiasi sekolah-sekolah yang telah meraih penghargaan Adiwiyata Nasional, menerapkan sekolah hijau, dan mengadakan kegiatan yang terkait dengan perubahan iklim,” kata Ali.

Ia menambahkan bahwa Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertamanan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik mengenai perubahan iklim dan tindakan yang bisa dilakukan.

Kepala SMP Strada Slamet Riyadi, Kota Tangerang, Lusia Yefin Bertiana Winarno, menjelaskan bahwa sekolahnya telah mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup dan perubahan iklim ke dalam aktivitas sehari-hari. Pendidikan ini disisipkan dalam beberapa mata pelajaran, seperti IPA, IPS, seni, dan matematika, melalui penerapan Kurikulum Merdeka.

“Kami mengakomodasi topik perubahan iklim dalam beberapa mata pelajaran. Pembelajaran berbasis proyek, seperti pengamatan tanaman, pengelolaan sampah, dan limbah, kami terapkan di sekolah,” jelas Lusia.

Selain itu, melalui ekstrakurikuler seperti Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan Gerakan Pramuka, siswa dilibatkan dalam proyek-proyek lingkungan, seperti penanaman pohon, daur ulang sampah, atau pembuatan hand sanitizer dari tanaman.

Dengan adanya kolaborasi dari berbagai pihak, pendidikan perubahan iklim diharapkan menjadi sebuah gerakan bersama yang dilakukan bukan hanya atas dasar instruksi, tetapi karena manfaat dan dampak positifnya yang akan dirasakan generasi mendatang. (SC03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *