UNTUK menggenjot pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan akhir tahun 2020, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut dan pemerintah kabupaten/kota (pemda) memacu semua potensi dalam mempercepat penyerapan anggaran multi sektor.
Kebijakan yang dilakukan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Wakil Gubernur (Wagub) Sumut Musa Rajekshah bersama Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut R Sabrina dinilai sangat strategis pasca goyahnya perekonomian nasional sejak munculnya pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Seiring mulai tampaknya hasil penanganan Covid-19 di Sumut yang ditandai dengan menurunnya jumlah kasus dan bertambahnya kesembuhan pasca gencarnya gerakan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak) dan adaptasi kebiasaan baru sesuai protokol kesehatan, gubernur menekankan perekonomian Sumut harus lanjut.
Hal ini tentunya didukung oleh Peraturan Gubernur Sumut Nomor 34 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 di Provinsi Sumatera Utara.
Gubernur menyatakan perekonomian akan tumbuh kembali antara lain dengan dukungan penyerapan anggaran berbagai sektor optimal, terukur, tepat sasaran, tepat waktu dan signifikan.
Untuk itu pihaknya menginstruksikan percepatan penyerapan anggaran belanja pemerintah, baik pemprov maupun Pemda.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumut, diketahui realisasi belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Sumut hingga Agustus 2020 memang masih belum optimal.
Tercatat hanya Pemprov Sumut yang melakukan penyerapan anggaran di atas 60% dan masih 4 pemda yang telah merealisasikan program di atas 50%. Salah satu kendala penyerapan APBD yaitu proses realokasi anggaran yang masih berlangsung pada pertengahan tahun, sehingga proses belanja menjadi terhambat.
Lebih lanjut, Gubernur Edy Rahmayadi menekankan sesungguhnya penyerapan belanja untuk pembangunan bisa lebih maksimal mulai pertengahan hingga akhir tahun 2020.
“Tidak jadi masalah lagi, karena penyerapan sudah berlangsung dan semua berjalan baik. Artinya upaya mengejar ketertinggalan itu sudah menunjukkan keberhasilan. Penyerapan memang sempat sedikit terkendala karena pandemi, tapi sekarang mulai terkejar,” ungkapnya.
Penguatan UMKM
Pertumbuhan ekonomi Sumut pada Triwulan II 2020 tercatat -2,37% (yoy), terkontraksi untuk pertama kalinya sejak krisis tahun 1998. Meski demikian jika dibandingkan secara nasional, pertumbuhan ekonomi Sumut masih lebih baik dari beberapa daerah lain di Pulau Sumatera. Kontraksi dipengaruhi oleh penurunan permintaan domestik seiring dengan pembatasan sosial untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Menurunnya jumlah kasus Covid-19 di Sumut diharapkan terus berlangsung baik dan hal ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumut yang diharapkan lebih stabil di penghujung tahun ini.
Dengan semakin baiknya kesadaran masyarakat sebagai garda terdepan memutus rantai penularan Covid-19, maka upaya pemulihan ekonomi diharapkan akan lebih fokus, seiring baiknya penyerapan anggaran pemerintah, bergeraknya sektor swasta dan bangkitnya kembali usaha rakyat maupun Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Dalam upaya pemulihan ekonomi di masa pendemi Covid-19, Gubernur juga meminta para kepala daerah untuk melakukan sosialisasi kepada UMKM yang ada di daerah, agar memanfaatkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM, termasuk Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM atau Bantuan Presiden (Banpres) Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Pemprov Sumut menargetkan sedikitnya 1,5 juta Usahan Kecil Menengah (UKM) / Industri Kecil Menengah (IKM) di Sumut untuk mendapat bantuan dari program BPUM sebesar Rp2,4 juta. Sehingga UKM/IKM di Sumut dapat segera bangkit dan berkembang lagi setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19.
“Sumut diberikan alokasi hingga 2 juta UKM/IKM, tapi sampai saat ini baru terpenuhi 11%. Jadi kita targetkan untuk 1,5 juta UKM/IKM dulu yang harus terpenuhi,” ujarnya.
Berdasarkan data BI, sebanyak 355.502 UKM/IKM sudah diajukan oleh Dinas Koperasi dan UKM kabupaten/kota se-Sumut, namun yang lolos verifikasi data di Kementerian Koperasi dan UKM hanya 40.087 UKM/IKM. Hal ini akibat data yang disampaikan kepada Kementerian Koperasi dan UKM tidak lengkap.
Adapun mekanisme pengajuan permohonan, pelaku usaha harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu, seperti menyertakan fotokopi kartu tanda penduduk, fotokopi kartu keluarga, fotokopi nomor rekening tabungan dan fotokopi surat keterangan domisili usaha, serta melampirkan nomor telepon. Semua kelengkapan tersebut diserahkan kepada Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten/Kota yang selanjutnya diteruskan kepada Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumut.
Disamping itu, Pemprov Sumut melalui Dinas Koperasi dan UKM Sumut bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumut juga telah memberikan bantuan kepada 600 pelaku UKM binaan di 33 kabupaten/kota. Bantuan ini diharapkan mampu mendorong perekonomian UKM khususnya pelaku usaha kuliner agar bisa membantu perekonomian keluarga di tengah pandemi Covid-19.
“Nanti berikutnya akan kita tambah lagi sekitar 500 paket. Kami harapkan penerima bantuan dapat memanfaatkan dengan maksimal sehingga bisa membantu perekonomian keluarga di masa pandemi,” kata Ketua Dekranasda Sumut Nawal Edy Rahmayadi, usai acara pemberian bantuan secara simbolis di Posko Satgas Penanganan Covid-19 Sumut, Jumat (23/10).
Pemulihan Sektor Riil
Data BI Perwakilan Sumut terkait Pertumbuhan Ekonomi Sumut Triwulan III 2020, bahwa konsumsi Rumah Tangga (RT) mulai pulih ditopang oleh perbaikan pendapatan sejalan dengan kembali bekerjanya tenaga kerja terdampak. Pada masa adaptasi kebiasaan baru, beberapa perusahaan kembali beroperasi terutama pada sektor restoran dan perhotelan.
Kepala Perwakilan BI Sumut Wiwiek Sisto Widayat mengemukakan perbaikan konsumsi RT juga turut ditopang oleh pencairan insentif dari program kartu pra kerja. “Perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2020 terindikasi juga oleh beberapa indikator dari global mobility report, produksi dan konsumsi rokok, penggunaan jalan tol, konsumsi listrik dan penghasilan saat ini,” katanya.
Daya beli masyarakat Sumut juga sudah kembali meningkat. Secara kumulatif, inflasi Sumut mencapai 0,40% di bawah rata-rata historisnya. Sepanjang 2020, deflasi utama bersumber dari kelompok transportasi didorong oleh penurunan tarif angkutan udara. Deflasi tertahan oleh kenaikan harga emas perhiasan yang menjadi komoditas favorit di masa pandemi.
Kenaikan harga beberapa komoditas yakni cabai rawit dan bawang merah disebabkan oleh faktor curah hujan tinggi beberapa hari terakhir. Sedangkan kenaikan harga bawang putih dan daging ayam dipengaruhi faktor peningkatan permintaan konsumen di tengah ketersediaan stok yang cenderung terbatas. Harga cabai merah juga menunjukkan tren meningkat, meski stok masih dari Pulau Jawa dan Kabupaten Deli Serdang.
“Secara historis, bahan pangan menjadi penggerak inflasi utama. Bahan pangan seperti aneka cabai, ikan segar dan daging ayam ras menjadi penggerak inflasi utama di akhir tahun dalam tiga tahun terakhir,” jelasnya.
Adapun daerah sentra produksi cabai merah yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, Humbang Hasundutan (Humbahas) dan Batubara. Sementara sentra cabai rawit dihasilkan dari Kabupaten Simalungun, Dairi dan Karo. Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa Sumut juga telah diarahkan untuk dapat berperan dalam perdagangan cabai dalam mewujudkan stabilitas harga cabai yang memiliki volatilitas tinggi terhadap inflasi Sumut.
Program Lumbung Pangan
Strategi pemulihan ekonomi juga difokuskan pada sektor prioritas yang berdampak besar terhadap perekonomian, terutama sektor pertanian, industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran. Sektor pertanian, berpotensi dikembangkan di 13 Kabupaten/Kota dengan komoditas bervariasi sesuai dengan nilai produksi dan pangsa produksinya terhadap Sumut. Terkait hal itu, Gubernur juga meminta kepada seluruh unsur terkait untuk turut menjaga ketahanan pangan di daerah. Pemda diminta untuk memanfaatkan potensi pertanian daerah dalam menjaga inflasi di Sumut.
Untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, Provinsi Sumut khususnya Kabupaten Humbahas juga terpilih menjadi salah satu Program Food Estate (Lumbung Pangan) Pemerintah Pusat, setelah Kabupaten Pulau Pisau di Provinsi Kalimantan Tengah.
Presiden RI Joko Widodo didampingi Gubernur Edy Rahmayadi beserta para Menteri terkait, telah meninjau langsung kawasan lumbung pangan seluas 30.000 hektare di Kabupaten Humbahas. Dalam pengembangannya juga diupayakan optimalisasi pemanfaatan sumber daya dalam membuka peluang usaha secara lebih efisien, karena masih banyak lahan di sejumlah kabupaten di Sumut yang dapat dimanfaatkan sebagai lumbung pangan.
Di kawasan lumbung pangan akan dibangun area hortikultura yang akan menempati lahan seluas 215 hektare yang akan melibatkan setidaknya tujuh kelompok tani yang menaungi 169 petani di Desa Ria-ria Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas, dimana komoditas produksinya antara lain bawang merah, bawang putih dan kentang berikut segala produk turunan dan olahannya.
“Insya Allah nanti, ini sudah mulai (tanam). Akan kita lihat hasilnya kira-kira 2 sampai 2,5 bulan ke depan. Akan kita lihat nanti,” tuturnya.
Dalam proyek pengembangan lumbung pangan baru ini, presiden ingin melihat proses bisnis terintegrasi yang nantinya akan dijalankan. Dari situ kemudian akan disempurnakan dan dapat menjadi contoh bagi pengembangan lumbung pangan serupa di daerah lainnya.
“Saya rasa kita ingin melihat model bisnisnya seperti apa, proses bisnis yang akan dilakukan di sini seperti apa. Hitung-hitungannya sudah ada dan ini akan menjadi contoh untuk provinsi lain yang ingin membuat food estate,” kata Presiden Joko Widodo.
Korporasi petani memang akan menjadi basis dari pengembangan kawasan lumbung pangan baru di sejumlah wilayah. Nantinya pengembangan kawasan akan dilakukan secara terintegrasi mencakup proses pertanian, perkebunan atau peternakan dengan mekanisasi pertanian dan melakukan hilirisasi pasca panen untuk menghasilkan produk-produk olahan yang akan meningkatkan nilai tambah.
Gubernur menyebutkan bahwa khusus lumbung pangan ini, produksinya diperkirakan akan dapat memenuhi kebutuhan komoditas di Sumut hingga Pulau Sumatera. “Kalau ini jadi, itu baru memenuhi (komoditas) di Sumatera. Ini yang harus kita kembangkan. Dengan kehadiran presiden, ini sebagai motivasi bagi kita. Untuk lahannya ada dan tidak masalah,” ujar Edy Rahmayadi, sekaligus menyampaikan bahwa lahan di Sumut cukup luas untuk mewujudkan provinsi yang agraris.
Pembentukan TPAKD Terbanyak
Berbagai kebijakan dan program Pemprov Sumut untuk mendorong percepatan pemulihan perekonomian daerah di masa pandemi Covid-19 yang telah berdampak pada banyak sektor, termasuk sektor ekonomi yang melemah akibat daya beli masyarakat yang menurun diharapkan semakin baik ke depan.
Optimisme ini patut dimantapkan karena Sumut menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang telah menyelesaikan pembentukan seluruh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) kabupaten/kota. Bahkan Sumut menjadi provinsi dengan jumlah TPAKD terbanyak se-Indonesia yakni 34 TPAKD.
“Diharapkan dengan pengukuhan ini, TPAKD bergerak secara konkret, terutama pada masa pandemi ini demi menggerakkan ekonomi rakyat, untuk memaksimalkan potensi wilayah masing-masing,” kata Gubernur Sumut.
Program TPAKD provinsi antara lain, percepatan pembentukan Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Sumut, sinergi program Laku Pandai ‘One Village One Agent’ dengan program sembako. UMKM Sumut yang Bermartabat, swasembada dan ketahanan pangan, optimalisasi sektor kelautan perikanan, serta akselerasi dan perluasan gerakan ‘Ayo Menabung’.
Program ini bertujuan agar seluruh masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal. Sehingga pemerataan ekonomi masyarakat dapat tercapai pada masa pandemi. Dengan terbentuknya TPAKD seluruh kabupaten/kota di Sumut, diharapkan mendorong proses pemulihan ekonomi nasional serta untuk mendukung daya tahan ekonomi masyarakat. (Advertorial Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprovsu)