Sumutcyber.com, Jakarta – RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi disetujui menjadi Undang-Undang melalui Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Kamis (7/7/2022).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah memberikan dukungan kepada Panitia Kerja (Panja) Komisi X DPR RI serta melakukan koordinasi bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) dalam penyusunan RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi yang awalnya diberikan judul RUU Praktik Psikologi.
“Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena pada kesempatan yang baik ini kita bersama-sama bisa menyelesaikan pembahasan RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi,” disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, pada Kamis (7/7/2022).
Beberapa isu krusial yang telah disepakati dalam RUU ini adalah pertama, perubahan RUU dari semula yang hanya akan mengatur praktik psikologi, menjadi RUU yang mencakup pendidikan dan layanan psikologi. Dengan demikian, RUU ini akan menjadi payung hukum yang lebih komprehensif serta mampu menyelaraskan pendidikan dengan praktik profesional yang dijalani oleh psikolog.
Kedua, RUU ini memberikan peran yang seimbang dan saling melengkapi antara perguruan tinggi penyelenggara pendidikan psikologi, organisasi-organisasi profesi, serta pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dalam perwujudan layanan psikologi yang berkualitas dan merata. Ketiga, penyelerasan antara RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi dengan Undang-Undang Kesehatan yang telah terlebih dahulu mengatur praktik psikologi di layanan fasilitas kesehatan.
Serta, keempat, RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi memberikan perlindungan hak dan kewajiban yang lebih kuat kepada masyarakat dalam mengakses layanan psikologi, dan bagi psikolog dalam memberikan layanan psikologi. “Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, atas nama pemerintah, saya menyetujui dan mendukung pengesahan RUU Pendidikan dan Layanan Psikologi,” ujar Menteri Nadiem.
Sebagai langkah tindak lanjut, Kemendikbudristek akan melakukan koordinasi di dalam pemerintah untuk menyusun peraturan turunan dari undang-undang ini. “Pemerintah akan mengajak para pemangku kepentingan, terutama organisasi-organisasi profesi dan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan psikologi untuk menyusun peraturan turunan dan mengimplementasikannya dengan seoptimal mungkin,” tutur Mendikbudristek.
Menteri Nadiem mengapresiasi pimpinan dan anggota Komisi X DPR RI, pimpinan dan anggota Panja RUU, Kemenkum HAM, Kemenkes, Kemensos, jajaran Kemendikburistek, sekretariat Komisi X DPR RI, para pakar, akademisi, dan praktisi yang menjadi tenaga ahli Panja RUU, serta organisasi profesi psikologi, asosiasi penyelenggara pendidikan psikologi serta seluruh pihak yang terlibat dan mendukung pembahasan RUU hingga selesai dibahas dan disahkan.
“Semoga gotong royong kita dalam memajukan dunia pendidikan dan layanan psikologi ini diridhoi Allah Swt., Tuhan Yang Maha Esa. Mari pimpin pemulihan, bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar,” ucap Mendikburistek.
*Enam Pokok Bahasan Substansi RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi*
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudin menjabarkan enam pokok bahasan atau norma-norma substansi RUU yang bermanfaat dan berdampak positif bagi masyarakat. Pertama, RUU ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan psikologi, layanan psikologi, daya saing sumber daya manusia, dan kesejahteraan psikologis masyarakat. “Selain itu, RUU ini juga memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada psikolog, klien, dan masyarakat,” kata Hetifah.
Kedua, lanjut Hetifah, RUU ini menata dan memberikan kepastian proses serta tahapan penyelenggaraan pendidikan bagi para psikolog melalui pendidikan akademik dan pendidikan profesi, baik psikolog yang berpraktik memberikan layanan maupun psikolog sebagai ilmuwan. “Hal ini diharapkan akan berdampak secara langsung terhadap layanan psikologi yang optimal,” harapnya.
Ketiga, RUU ini memberikan pengaturan dan kepastian adanya kerja sama perguruan tinggi dan organisasi profesi. “Di mana perguruan tinggi dan organisasi profesi memiliki tanggung jawab terhadap mutu layanan profesi psikolog,” imbuhnya.
Keempat, psikolog lulusan luar negeri dan psikolog asing diberikan kepastian pengaturan dalam memberikan layanan setelah psikolog tersebut memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Layanan Psikologi (SILP). Kelima, RUU ini memberikan kepastian pengaturan kepada psikolog untuk memiliki STR dan mendapatkan SILP, di mana STR dikeluarkan oleh induk organisasi profesi himpunan psikologi dan SILP diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dengan rekomendasi dari induk organisai profesi himpunan psikologi.
Keenam, RUU ini memberikan pengaturan dan kepastian mengenai pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah kepada organisasi profesi yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan, pelindungan kepada klien, pengembangan kompetensi psikolog, pelindungan kepada psikolog, dan keterbukaan informasi layanan psikolog kepada masyarakat.
“Prinsip RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi ini mengatur untuk kepentingan bangsa, dalam arti bahwa RUU ini tidak mengutamakan kepentingan kelompok tertentu atau pemerintah saja, melainkan mengatur untuk kepentingan semua,” tutur Hetifah.
Dalam sidang paripurna ini, turut hadir juga jajaran pengurus Himpunan Psikologi Seluruh Indonesia (HIMPSI) Pusat dan Wilayah, Majelis Psikologi Pusat, pengurus dan anggota Asosiasi/Ikatan Minat Psikologi, pengurus Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia (AP2TPI), serta mahasiswa psikologi yang terhimpun dalam Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia (ILMPI). Mereka hadir, untuk ikut serta menyaksikan momentum pengesahan RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi menjadi Undang-Undang tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi. (SC03)