Sumutcyber.com, Medan – Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Prov. Sumut Bambang Pardede angkat bicara soal munculnya skema multiyears contract (MYC) atau kontrak tahun jamak pada proyek pembangunan jalan 450 km, ditenderkan satu paket dengan anggaran Rp2,7 triliun
“Masyarakat harus tahu apa yang sudah direncanakan pimpinan kami, Pak Gubernur Edy Rahmayadi dan Pak Wagub Musa Rajekshah untuk kemajuan Sumut. Terus terang, ide-ide membangun ini adalah ide pimpinan, kami hanyalah pelaksana,” kata Bambang mengawali pembicaraannya saat dikonfirmasi soal Mega Proyek Rp2,7 triliun, Jumat (28/1/2022).
Dia menceritakan, sebelum dirinya menjabat Kadis BMBK Sumut, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sudah berupaya dari segala macam skema untuk membiayai pembangunan jalan dan jembatan di Sumut.
“Sebelum saya di sini sudah diupayakan Pak Edy, bagaimana Pak Edy membuat komunikasi yang intens dengan yang bisa membantu pembiayaan, seperti Bappenas dan Kementerian PUPR serta lain sebagainya. Lalu, ketika saya masuk ke sini (Dinas BMBK-red), Pak Gubernur sampaikan ke saya tentang membangun jalan jangan seperti reguler selama ini. Susah. Sebab, jalan provinsi Sumut ini jalan terpanjang di Indonesia. Waktu tugas di Sumatera Barat, jalan yang diurus itu cuma berkisar 1400 Km, jalan provinsinya. Dibandingkan dengan Sumut ini, jalan propinsi sekitar 3005,65 Km, nasional 2600,32 Km. Jadi kita panjang kali,” ungkapnya.
Setelah mendapat amanah dari Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sebagai Kadis BMBK Sumut pada Februari 2021 lalu, Bambang Pardede pun langsung berkeliling meninjau jalan provinsi di Sumut. Dirinya pun sedih, karena mudah menemukan jalan rusak.
“Waktu saya masuk ke-sini, saya keliling. Sedih saya, karena tidak terlalu sulit jumpa jalan yang rusak. Tidak terlalu sulit jumpa jalan yang berlubang-lubang, bahu jalan, benteng dan rumput yang tidak terawat. Saya galau, akhirnya saya buka dokumen-dokumen. Ternyata, memang iya, dana itu nggak ada, kalau ada pun minim. Membangun jalan di Sumut ini tidak bisa secara reguler dengan Rp300 M, Rp400 M. Mesti masif. Kenapa? pemeliharaan rutinnya saja sudah berapa, kalau satu kilometer sekian kalilah 3000 km jalan itu,” terang mantan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumatera Barat ini.
Atas dasar itu, dirinya bersama Bappeda, BPKAD, Inspektur dan Sekda melakukan diskusi kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut. “Pak Edy selalu berkata, saya ingin memakmurkan rakyat saya salah satunya adalah jalan provinsi yang bermartabat. Tapi kita lihat, sekarang ini jalan kita belum bermartabat. 750 Km jalan kita tidak mantap, artinya rusak ringan dan rusak berat. Dari 750 Km itu, 600 Km hancur-hancuran. Atas inilah Kami, Bappeda, BPKAD, Inspektur dan Sekda berdiskusi dengan pimpinan,” sebutnya sembari menyebutkan, Pemprovsu miliki tim solid untuk membangun Sumut.
Skema Multiyears Contract
Akhirnya, pada September dan Oktober 2021, tim sepakat memanfaatkan APBD Sumut tetapi sistem multi years contract (MYC). Menurutnya, skema pembiayaan MYC itu biasa dan bukan ‘barang aneh’. Apalagi, dirinya pernah menggunakan pembiayaan proyek skema MYC saat menjabat BPJN Sumbar dengan menggunakan APBN.
“Dan akhirnya berbuah hasillah, kemarin pada bulan 9 dan 10 kalau nggak salah sudah final. Kita memanfaatkan APBD tetapi dengan sistem multi years contract (MYC). Saya juga punya latar belakang menggunakan APBN. Kalau kami MYC itu biasa, saya di Padang MYC saya Rp250 M satu paket, itu biasa, jadi bukan barang yang aneh. MYC ini kita dapat suatu waktu yang berkesinambungan, di Indonesia ini ada musim panas dan musim hujam. Nanti saat musim panas kita belum kontrak. Saat bulan 6 kontrak, bulan 8 sudah musim hujan. Jadi ganggu pengerjaan proyek. Jadi untuk pembangunan jalan ini kami lelangnya Minggu pertama awal Januari 2022 kemarin, harapan kami di pertengahan 2023 selesai ini proyek pembangunan jalan 450 Km,” tuturnya.
Dia menyebutkan, tidak gampang memakai skema konvensional karena harus menunggu keluar hasil DED (Detail Engineering Design) selama satu tahun, baru bisa dilaksanakan pembangunan fisiknya.
“Jadi ini tidak gampang, kalau pakai konvensional. Harus DED satu tahun ini keluar hasilnya, baru 2023 dilaksanakan pembangunan fisiknya, kadung hancur duluan jalannya. Jalan ini kalau sudah hancur tidak bisa distop, mati ekonomi orang. Baru kita ketemu model skema MYC tadi. Sekali saja lelangnya, berapa tahun bekerja tanpa berhenti,” ungkapnya lagi.
Sebelum menggunakan skema MYC pada proyek Rp2,7 T tersebut, ada juga cara konvensional lainnya yakni desain and built terintegrasi. “Maksudnya desain perencanaan dan pelaksanaan itu dalam satu paket, tetapi pagu proyek di atas Rp100 M itu ada yang namanya MK (managing konstruksi). Ini yang jadi persoalan bagaimana ini menjadi satu kesatuan. Karena kalau desain and built terintegrasi, maka MK dilelang dulu, baru fisiknya dilelang sama saja,” tuturnya.
Sesuai Aturan
Akhirnya, Tim menemukan aturan Permen PUPR (Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat) No. 25 tahun 2020 ditentang desain build atau rancang bangun. “Berdasarkan aturan itu, MK dan pembangunan fisiknya Itu bisa dilelang sekaligus. Tapi sebelumnya dibuatlah tim teknis. Maka kami undang orang-orang ahli mantan direktur dari pengairan untuk membantu mempersiapkan dokumen MK dan kontrak fisik sekaligus. Inilah yang dilakukan. Selain aturan Permen PU No. 25 tahun 2020, kita juga berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan soal MYC,” ungkapnya.
Setelah ditemukan skema MYYC pada pembangunan jalan tersebut, pihaknya kembali menyampaikan kepada Gubernur. “Kalimat Pak Gubernur waktu itu, sesuai aturan kan? Saya mau menyejahterakan rakyat tapi harus sesuai aturan. Lalu, saya jawab iya Pak, sesuai aturan,” tegasnya.
Pikirkan Kontraktor Lokal
Dia mengakui ada keresahan para kontraktor lokal tidak dapat proyek Rp2,7 Triliun yang menggunakan APBD 2022 Rp500 Milliar, APBD 2023 Rp1,5 Milliar dan APBD 2024 Rp700 Milliar karena ditenderkan dalam satu paket.
“Kenapa satu paket? Misalkan, kita buat 10 paket, tahun ini dana yang tersediakan Rp500 M. Kalau kita buat 10 paket berarti Rp50 M per paket. Rp 50 M uang yang tersedia untuk masing-masing kontrak, tapi dia harus bekerja sesuai Rp180 M, karena tahun ini pengerjaannya harus 67 persen dari jalan 450 Km yang mau dibangun. Itu setara Rp1800 M. Sekarang kita tanya, kita kasih Rp50 M per paket, tapi kita suruh kerja setara Rp180 Milliar, kira-kira ada yang mau nggak? makanya biarlah kontraktor yang mampu – mampu itu. Kalau kontraktor lokal mampu, silakan. Istilah awamnya ini kerja pakai uang mereka (kontraktor) dulu, karena pembiayaankan MYC,” terangnya lagi.
Begitupun, Bambang Pardede juga memikirkan para kontraktor lokal agar ikut dalam proyek MYC ini. “Saya juga mikir kontraktor lokal kok, maka ada persyaratan khusus. Kontraktor pemenang nantinya wajib bekerjasama dengan kontraktor lokal sesuai rekomendasi KPA (kuasa pengguna anggaran). Untuk memilih kontraktor lokal ini saya libatkan lagi asosiasi konstruksi yang terakreditasi. Tapi tolong yang terlibat kontraktor bagus dan bertanggungjawab,” pungkas Bambang.
Saat ini, lelang proyek Rp2,7 triliun sedang berproses. Meski server sempat mengalami kerusakan namun sekarang sudah baik.
“Tanggal 8 Januari kemarin sudah lelang, bagus. Tapi tanggal 13 dan 14 Januari ada laporan dari Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, Pak Mulyono tentang server rusak, ada masuk tapi isinya kosong. Lalu saya minta disurati ke LKPP dan tiga hari yang lalu sudah keluar perbaikan. Dan kini dimasukkan kembali ulang pengumuman untuk Managing Kontrak dan kontrak fisik sekaligus. Sampai sekarang saya tidak kepengen tahu, siapa (perusahaan-red) mana yang sudah masuk (ikut lelang), karena itu bukan kompetensi saya biarlah itu di Biro Pengadaan Barang dan Jasa,” tuturnya.
Namun yang menjadi urusannya adalah mendengar nasehat Gubernur Edy Rahmayadi dan Wakil Gubernur Musa Rajekshah. “Kemarin saya dan Pak Mulyono (Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa) dipanggil. Pak Gubernur bilang, saya minta pelelengan fair, jangan ada aneh-aneh. Kalau udah jadi kontrak, kau Bambang jangan mencuri, kerja lurus, permintaanku kerja bagus. Kalau pesan Pak Wagub, kedepankan spesifikasi jangan kerja yang nggak benar,” imbuhnya menirukan perkataan Gubernur.
Terkait apakah proyek Rp2,7 triliun itu sudah mendapatkan persetujuan DPRD Sumut? dia mengaku sudah. Namun, dia tidak mau bicara itu terlalu jauh karena bukan ranahnya. Pihaknya juga sudah konsultasi dengan aparat kepolisian dan Kejatisu serta lainnya.
“Tolong diawasi agar tidak terjadi korupsi. Kami harap LSM dan media massa serta masyarakat mengawasi proyek ini. Saya juga buat sistem informasi dan pengawasan, saya modifikasi, seperti laporan disampaikan Mingguan, tidak lagi bulanan. Sistem informasinya, sehingga gubernur dan wakil gubernur dapat memantau, karena setiap ada pelaksanaan progres proyek itu akan diinput dalam sistem informasi. Kita juga melibatkan Pemda. Saya bilang, tolong Pak Bupati gerakkan orang PU mengawasi proyek ini,” tutupnya. (SC03)