Sumutcyber.com, Medan – Ombudsman RI Perwakilan Sumut meminta agar Bobby Nasution/Aulia Rachman dan 10 pasangan kepala daerah (KDh) se Sumut lainnya yang baru dilantik, memberi perhatian serius dalam peningkatan kualitas layanan publik.
“Saya bahkan berharap ada target peningkatan kualitas layanan publik. Misalnya, dalam satu tahun ke depan, harus ada perubahan nyata dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dirasakan masyarakat. Terserah di unit layanan yang mana,” tegas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, Jumat (26/02/2021).
Menurut Abyadi, ada beberapa alasan mendasar sehingga meminta para kepala daerah serius dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pertama; tentu karena soal kewenangan seorang kepala daerah dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Pasal 6 UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menegaskan, kepala daerah merupakan pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah yang dipimpinnya. Sebagai pembina, maka kepala daerah betugas membina, mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik. Jadi, peran kepala daerah sangat menentukan baik tidaknya penyelenggaraan pelayanan publik di suatu daerah.
“Dengan tugas itu,maka kepala daerah harus berani mencopot pimpinan OPD atau unit kerja layanan publik yang tidak mampu bekerja meningkatkan kualitas layanan publik sesuai UU Pelayanan Publik,” tegas Abyadi Siregar didampingi Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan James Panggabean, Kepala Pencegahan Edward Silaban dan Kepala PVL Hana Ginting.
Alasan mendasar kedua, lanjut Abyadi adalah, kondisi penyelenggaraan pelayanan publik di Sumut yang masih buruk. Mengacu pada hasil Survei Kepatuhan Pemerintah Daerah terhadap Pemenuhan Standar Pelayanan Publik sesuai UU No 25 tahun 2009, bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik di Sumut, secara umum masih belum baik.
Dari hasil survei yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumut sejak tahun 2015-2019 itu, menunjukkan bahwa 79,5% dari 34 pemerintah daerah di Sumut yang belum memiliki kepatuhan tinggi terhadap pemenuhan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik. “Ini angka yang masih tinggi. Masih jauh dari harapan. Apalagi bila dikaitkan dengan target peningkatan kualitas layanan publik Indonesia,” kata Abyadi.
Padahal, pasal 15 UU Pelayanan Publik menegaskan, bahwa instansi/unit penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasikan (tangible) standar pelayanan publik di unit unit layanannya. Selanjutnya, wajib menyelenggarakan layanan sesuai standar layanan yang telah ditetapkan. “Tapi, angka ketidakpatuhan pemerintah daerah inilah yang masih tinggi,” tegas Abyadi.
Menurut Abyadi, kondisi inilah yang menyebabkan tingginya keluhan/laporan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan publik di Sumut. Sampai saat ini, penyelenggaraan layanan publik pemerintah daerah-lah yang paling tinggi dilaporkan masyarakat ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut. “Hampir setiap tahun sejak 2015, penyelenggaraan layanan publik pemerintah daerah yang paling tinggi dilaporkan ke Ombudsman,” tambah James Panggabean menimpali.
Abyadi menjelaskan, rendahnya kepatuhan dalam pemenuhan standar pelayanan publik akan menyebabkan tingginya maladministrasi dan praktik korupsi. Dan, secara langsung juga, hal ini akan menyebabkan rendahnya kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.
“Inilah yang menjadi tugas besar 11 pasangan kepala daerah se Sumut yang baru dilantik. Termasuk pasangan Bobby Nasution/Aulia Rachman yang akan memimpin Kota Medan sebagai pintu gerbangnya Provinsi Sumut. Saya berharap, di tangan para pemimpin baru ini, ada harapan besar pelayanan publik akan menjadi perhatian utama,” kata Abyadi.
Abyadi Siregar mengingatkan, bahwa pelayanan publik adalah wajah konkrit negara di tengah masyarakat. Negara disebut hadir di tengah masyarakat, bila negara bisa menghadirkan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan prima. “Ingat! Jangan justru kehadiran negara di tengah masyarakat menyusahkan rakyat dalam layanan publiknya,” tegas Abyadi Siregar. (SC08)