Sumutcyber.com, Medan – Perubahan cuaca ekstrim dan kondisi lingkungan di wilayah hutan Tapanuli Sumatera Utara, memerlukan pemetaan wilayah kerusakan hutan, pembukaan wilayah hutan menjadi pemukiman masyarakat, hingga perubahan fungsi hutan menjadi pertanian.
Hal ini dikatakan pemerhati lingkungan Sumatera Utara Jaya Arjuna menyikapi peristiwa hujan lebat yang mengguyur kota wisata Parapat mengakibatkan meluapnya Sungai Batu Gaga, dan banjir bandang menggenangi Jalan Sisingamangaraja yang merupakan jalan utama di Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun. Kamis (13/5/2021).
Jaya Arjuna mengatakan, Sungai Batu Gaga meluap akibat tidak mampu menampung debit air dari atas Bukit Bangun Dolok dan Buttu Makasang. Curah hujan yang tinggi memberi beban yg cukup berat bagi lingkungan.
“Berdasarkan hal ini, perlu dilakukan pengelolaan hutan yang mengantisipasi terjadi luapan air larian seperti drainase lantai hutan. Adanya gempa bumi yg rapat walau berkekuatan rendah yg terjadi hampir 63 getaran sejak Januari 2021 perlu dicermati berbagai pihak untuk meminimalisir berbagai kemungkinan dampak negatif yg terjadi. Curah hujan yg tinggi ditambah getaran bumi menyebabkan longgarnya ikatan tanah sehingga terjadi longsor,” ungkapnya, Sabtu (15/4/2021).
Menurut Jaya Arjuna diperlukan koordinasi setiap elemen dalam menjaga wilayah hutan tetap terjaga. Lantai hutan dan tanah yg umumnya dari batuan beku harus diikat kuat dengan akar kayuan sehingga mengurangi pengcongkelan tanah oleh tetes hujan maupun terjangan air.
Untuk masa mendatang, Jaya Arjuna mengingatkan bahwa bencana longsor ini mungkin akan lebih sering terulang di wilayah sekitar Danau Toba, katanya melalui pesan Whatsapp.
Sementara itu, Tim Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Pematang Siantar yang turun ke lokasi pada hari Jumat, 14 Mei 2021 melaporkan terdapat 2 titik sumber longsor di area bukan kawasan hutan, yang masing-masing di elevasi 1300 mdpl dan 1500 mdpl yang berada di satu sisi dari Perbukitan Simarbalatuk Bangun Dolok.
Banjir bandang di Sibaganding dan Parapat tidak ada kaitannya dengan operasional PT TPL, karena Daerah Tangkapan Air (DTA) yang berbeda dimana DTA di Sibaganding dan Parapat mengalir langsung ke Danau Toba, sedangkan DTA di konsesi PT TPL mengalir ke Pantai Timur Sumatera. Kedua DTA tersebut dipisahkan oleh Perbukitan Simarbalatuk Bangun Dolok yang memiliki elevasi 1600 mdpl. Jarak DTA longsor ke konsesi PT TPL adalah 2,3 km.
“Konsesi TPL berada disisi lain Perbukitan Bangun Dolok dengan elevasi 1300 mdpl,” ungkap Tim KPH Wilayah II Pematang Siantar.
Kondisi tutupan lahan aliran sungai sebagian besar (+/- 60%) terbuka (tidak berhutan) sehingga pada saat curah hujan tinggi air tidak mengalami infiltrasi tetapi langsung ke alur dan mengakibatkan material disekitarnya tergerus sehingga banjir di Sibaganding dan Parapat bukan merupakan hal baru. Di sekitar Perbukitan Simarbalatuk Bangun Dolok ditemukan penebangan pohon Pinus sehingga pada saat banjir banyak ditemukan potongan kayu Pinus yang hanyut terbawa arus.
Hal senada pernah diungkapkan oleh Mantan Kepala Cabang Dinas (Kacabdis) Kehutanan XII periode 1993-1999 Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba yang juga mantan Bupati Samosir, Mangindar Simbolon, menegaskan, wilayah perbukitan Bangun Dolok Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kab. Simalungun yang longsor hingga berkali-kali sudah di luar kawasan hutan dan jauh dari konsesi PT TPL.
Hal tersebut dikatakan mantan Kacabdis Kehutanan itu pada Januari 2019 silam melalui siaran pers.
Terpisah, analisis klimatologi Laporan Stasiun Klimatologi Kelas I Deli Serdang terhadap Kasus Banjir dan Longsor Parapat 13 Mei 2021, menyatakan kejadian banjir dan longsor Parapat terjadi akibat curah hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat yang mengguyur beberapa wilayah di sekitar Kota Wisata Parapat. Berdasarkan analisis citra satelit, tutupan awan yang mengindikasikan terjadinya hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat terjadi pada sore hari (15.00 – 16.40 WIB). Adapun hujan yang terjadi pada 13 Mei 2021, khususnya di Kota Wisata Parapat dipicu oleh penumpukan massa udara akibat konvergensi yabg disebabkan oleh gangguan Eddy di perairan Barat Kalimantan yang meningkatkan peluang terbentuknya awan konfektif.
Sebagai langkah cepat untuk menanggulangi bencana alam yang terjadi, PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) mengerahkan alat berat excavator untuk membantu pembersihan material longsor di jalinsum tersebut yang juga dibantu oleh Dinas PU Kabupaten Simalungun.
Corporate Communication Manager TPL, Norma Hutajulu, mengungkapkan longsor di wilayah Parapat bukan pertama kali terjadi, perusahaan berkomitmen hadir dan bahu- membahu bersama masyarakat dan pemerintah setempat pada setiap kondisi bencana disekitar area operasional TPL.
Selain banjir di pusat kota, terjadi juga longsor di Dusun Sualan, Desa Nagori Sibaganding, Kec. Girsang Sipangan Bolon, tepatnya di depan Gereja HKBP Pardomuan Sualan. Dilaporkan, jalinsum Parapat dapat kembali dapat beroperasi normal pukul 03.54 dini hari. (SC-Firma)