Sumutcyber.com, Tanjungbalai – Pengacara dan keluarga terus mengawal kasus siswi yang dicabuli oknum guru di Tanjungbalai.
Peristiwa itu terungkap ketika pihak keluarga didampingi pengacara melaporkan pelaku ke Polres Tanjungbalai dengan Nomor: STPL/232/X/2022/SPKT/Res T. Balai dengar terlapor R (36) Pidana Undang-undang Nomor 35 tahun 2004 tentang perubahan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 82 ayat 2. Dengan nomor laporan polisi Nomor: LP/B/354/X/2022/SPKT/Polres Tanjungbalai.
Menurut keterangan keluarga korban yang mana dijelaskan oleh PH Ade Agustami Lubis S.H dan didampingi dua pengacara lainnya Surya Darma Sihombing S.H, Emaliana Fransiska S.H di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH-POSBAKUM) jln. Jendral Sudirman Kota Tanjungbalai, kejadian bermula saat itu korban berusia 13 tahun ketinggalan mata pelajaran R (36) (Pelaku), kemudian si korban mencari nomor Whatsapp si pelaku melalui group sekolah, setelah mendapatkan nomor, kemudian korban mengirim pesan agar diberikan pelajaran yang ketinggalan tersebut.
R kemudian meminta korban agar datang ke rumahnya untuk mengambil mata pelajaran yang ketinggalan, saat itulah si pelaku mengiming-imingi uang Rp 100.000 kepada korban. Awal nya korban menolak, namun karena masih memiliki usia yang labil dan dipaksa oleh si pelaku akhirnya si korban menerima uang tersebut.
Kemudian, terjadilah pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru tersebut.
Pelaku bukan sekali saja melakukan hubungan itu, menurut keterangan dari ibu korban dan isi chat, bahwa pencabulan yang dilakukan sebanyak tiga kali di rumah R.
Menurut keluarga korban, korban biasanya tidak pernah keluar tanpa diantar dan memiliki pribadi yang riang dengan keluarga. Namun saat ibu nya kerja, korban diajak pelaku untuk jumpa diluar dan menyuruh korban untuk naik Becak Bermotor (Bentor) lalu turun dimana saja setelah itu dijemput pelaku kemudian dibawa ke rumah R.
Keluarga juga mengatakan, anaknya selalu beralasan keluar untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah oknum guru tersebut bersama teman sekelasnya. Sehingga pihak keluarga tidak curiga.
Ema PH dari keluarga korban mengatakan bahwa perbuatan bejat tersebut diketahui setelah ibu si korban merasa curiga dengan pesan WhatsApp yang masuk saat tengah malam sekira pukul 00:00 wib, karena selama ini korban dan si ibu selalu menggunakan Handphone (HP) yang sama.
Setelah dibuka, ibu korban merasa terpukul melihat isi chatnya. Sehingga si ibu langsung menanyakan kepada korban apakah hal tersebut benar terjadi dan si korban mengakuinya.
Kemudian korban mengirim pesan kepada pelaku untuk membelikan tespek (alat tes kehamilan) karena 1 bulan sudah tidak haid. Dan pelaku juga diduga mengirim foto-foto yang tidak pantas dikirim ke anak dibawah umur. Setelah melihat isi pesan tersebut, pihak keluarga langsung membuat laporan dan setelah dilakukan Visum bahwa korban tidak hamil namun mengalami luka robek pada alat kelaminnya.
Ema pihak pengacara mengatakan, bahwa korban saat ini mengalami trauma psikologi karena mengalami pelecehan seksual kepada dirinya dan sulit diajak berbicara bahkan keluarga sendiri. Korban sekarang lebih banyak diam dan mengurung diri di dalam kamar.
Pihak keluarga berharap pelaku dapat dihukum sesuai aturan yang berlaku mengingat korban masih di bawah umur dan pelaku orang dewasa bahkan melakukan pelecehan seksual bersetubuh.
(SC-HNS)