Sumutcyber.com, Medan – Surat edaran tentang pengaturan pengeras suara di masjid dan musala yang dikeluarkan oleh Kemenag RI, menimbulkan polemik di masyarakat
Pertama, terkait suara azan yang dianalogikan mirip suara lain, dan kedua terakit surat edaran Kemenag Nomor 05 thn 2022 tersebut. “Harusnya sebagai menteri, beliau punya tanggungjawab untuk menghadirkan suasana kondusif di masyarakat, bukan sebaliknya,” ungkap Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto, Minggu (27/2/2022).
Dia menilai, Menag Yaqut Cholil Qoumas keliru menganalogikan suara azan dengan suara lainnya. “Itukan keliru menganalogikannya,”, kata Hendro selaku Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, Dapil Kota Binjai dan Kab. Langka ini.
“Lalu kedua terkait surat edaran tersebut, kita akan kupas sedikit tentang derajat surat edaran tersebut, agar publik dan masyarakat tahu dan paham, apakah SE ini wajib dijalankan atau sebaliknya,” sambungnya.
Menurut Hendro, surat edaran (SE) No. 05 tahun 2022 Menteri Agama dalam tinjauan hukumnya berdasarkan hirarki perundang-undangan tidak masuk, hal itu termuat dlm uu No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang undangan.
Dalam UU No 12 thn 2011, dijelaskan terkait jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Menurut Hendro selaku legislator Muda DPRD Sumut, produk hukum dalam bentuk surat edaran baik sebelum maupun sesudah berlakunya UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan.
“Karena Surat Edaran kedudukannya bukan sebagai peraturan perundangan-undangan, dengan demikian keberadaannya sama sekali tidak terikat dengan ketentuan UU No. 12 tahun 2011. Mengingat isi Surat Edaran hanya berupa pemberitahun, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan Norma Hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan Menteri, apalagi Perpres atau PP,” tegasnya.
“Sejak SE tersebut menjadi polemik, tokoh masyarakat, pemuka agama, Ormas menghubungi kita selaku perwakilan masyarakat dari binjai dan Langkat untuk disuarakan,” sambungnya lagi.
Hendro selaku Ketua komisi A DPRD Sumut mengajak masyarakat untuk mendoakan Menteri Agama agar diberi hidayah dan fokus pada menjaga suasana harmonis antar ummat beragama.
Diakhir kesempatan, Hendro susanto akan membuat lomba azan dan lomba hafalan surat pendek di Dapilnya. “Karena beberapa hari ke depan kita akan memperingati Israk Miraj dan menyambut bulan Ramadhan, jadi bagian untuk mensyiarkan dan mengedukasi masyarakat,” tutupnya. (SC03)