Jantho – Pemberhentian Sulaimi dari Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Besar dinilai berdampak terhadap keberlangsungan pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Besar tahun 2025. Hal ini tentu saja menjadi perbincangan pejabat Pemkab dan masyarakat di Aceh Besar.
Seperti diketahui, pemberhentian Drs. Sulaimi M.Si sebagai Sekda Aceh Besar disebut-sebut karena perbedaan pandangan politik pada saat Pilkada Aceh. Sayang Sulaimi saat dihuhungi menyarankan untuk konfirmasi, “silahkan hubungi penasihat hukum saya saja,” katanya singkat, Sabtu (25/1/2025).
Erlizar Rusli, SH.,MH sebagai Penasihat Hukum Sulaimi, membenarkan telah menerima kuasa khusus dari Sulaimi perihal perkara pemberhentian Sulaimi sebagai Sekda Aceh Besar, kemudian Erlizar juga juga menjelaskan akan menyurati Pj Gubernur Aceh terkait pemberhentian tersebut.
“Kami menilai banyak kejanggalan-kejanggalan dalam sistem hukum administrasi dalam pemberhentian Sulaimi, dan tentu hal tersebut sangat bertentangan dengan sistem hukum administrasi pemerintahan,” paparnya.
Selain itu, kata Erlizar, akibat pemberhentian Sulaimi sebagai Sekretaris Daerah Aceh Besar akan berdampak besar terhadap APBK Aceh Besar tahun 2025, karena secara hukum admintrasi yang berhak untuk menandatangani Dokumen Pelaksana Anggran (DPA) untuk tahun anggaran 2025 adalah Sulaimi.
“Sementera Sulaimi sudah diberhentikan sejak tanggal 20 Desember 2024 dan pemberhentian sebagai sekda dan pelantikan dalam jabatan baru diketahui Sulaimi secara mendadak last menit pada tanggal 17 Januari 2025 di ruangan kerja Pj Bupati,” ungkapnya.
Erlizar juga menambahkan dalam DPA untuk anggaran tahun 2025 yang disusun oleh seluruh SKPA pada bulan Desember 2024 semuanya tercantum nama Sulaimi sebagai Sekda dan hanya Sulaimi yang berhak menandatangani DPA tersebut dan tidak bisa digantikan oleh siapaun berdasarkan hukum adminitrasi pemerintahan.
“Namun karena pergantian sengat mendadak dan tanpa pemberitahuan, SK pemberhentian 20 Desember 2024 dan pelantikan 17 Januari 2025 sebagai staf ahli PHP (Pemerintahan Hukum & Politik) maka secara dejure Sulaimi tidak punya kewenangan lagi untuk menandatangani DPA,” sebutnya.
Akibat DPA tidak bisa ditandatangani Sulaimi, kata dia, maka besar kemungkinan APBK 2025 Aceh Besar akan mengalami hambatan sehingga harus dilakukan perubahan dalam APBK-P bulan Agustus 2025 mendatang.
“Hal inilah yang melatarbelakangi kenapa kami selaku penasihat hukum menduga Pj Gubernur cq Pj Bupati dalam mengambil kebijakan mutasi tanpa memikirkan kepentingan masyarakat dengan hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok, proses pemberhentian tersebut juga merupakan tindakan hukum mal administrasi dan pemberhentian Sulaimi adalah abuse of power (penyalah gunaan kekuasaan),” tutupnya.
Tuntutan Birokrasi
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto menegaskan, mutasi di jajaran Pemkab Besar merupakan tuntutan birokrasi. Hal ini dikatakannya saat acara serah terima jabatan Sekda tersebut di ruang kerja Bupati Aceh Besar, Jumat (17/1/2025) di Kota Jantho.
“Ini benar-benar tuntutan birokasi yang dinamis, diantara makin tingginya ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan jajaran birokrasi di Aceh Besar. Kita butuh figur yang mampu menjawab harapan masyarakat tersebut,” kata Iswanto dilansir dari laman acehbesarkab.go.id.
Dia juga menekankan, mutasi itu tak ada kaitan dengan hal hal yang di luar konteks kebutuhan dan tuntutan kinerja birokrasi saat ini. Selain itu juga telah menjalani koridor ketentuan yang ada, mulai dari Uji Kompetensi (Ukom), rekomendasi KASN, izin BKN, izin dari Mendagri dan juga Keputusan dari Pj Gubernur Aceh.
“Intinya, semua telah kita lalui, karena itu tuntutan dari regulasi yang ada. Sebagai buah dari keperluan kita mewujudkan birokrasi yang melayani serta tentu saja terciptanya soliditas kolektif di tataran Birokrasi Pemkab Aceh Besar,” tandas Iswanto. (SC03/rel)