Sumutcyber.com, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengumpulkan lebih dari seratus produsen dan distributor minyak goreng untuk diadvokasi agar tidak melakukan perilaku penjualan bersyarat (tying sales) atau pembatasan peredaran/penjualan minyak goreng.
Advokasi tersebut dilaksanakan sejalan dengan temuan KPPU di seluruh kantor wilayah yang menunjukkan adanya dugaan penjualan bersyarat atas Minyakita, serta pembatasan peredaran di daerah tertentu.
Tindakan advokasi dilaksanakan oleh Mulyawan Renamenggala, Direktur Ekonomi dan M. Zulfirmansyah, Direktur Advokasi Persaingan dan Kemitraan KPPUhari ini secara virtual dari Kantor Pusat KPPU di Jakarta, Kamis (30/3).
Sebagaimana diketahui, penelitian di KPPU menunjukkan maraknya pelaku usaha minyak goreng baik dari sisi produsen maupun distributor yang melakukan praktik penjualan bersyarat maupun pembatasan peredaran dalam penjualan minyak goreng dengan produk lainnya, tanpa diketahui praktik ini melanggar ketentuan persaingan usaha.
Beberapa temuan telah dilanjutkan KPPU ke proses penegakan hukum. Untuk menghentikan perilaku tersebut secara menyeluruh, KPPU mengumpulkan lebih dari seratus pelaku usaha yang bergerak di sektor minyak goreng, tepatnya 67 (enam puluh tujuh) produsen dan 38 (tiga puluh delapan) distributor minyak goreng, dalam memperingatkan pelaku usaha terhadap perilaku anti persaingan usaha yang dapat ditemukan dalam penjualan minyak goreng. Secara khusus, atas risiko pelanggaran Pasal 15 ayat 2 terkait penjualan bersyarat dan Pasal 19 huruf c terkait pembatasan peredaran atau penjualan barang/jasa.
Dalam penjelasannya, Mulyawan menyebutkan adanya temuan kelangkaan produk Minyakita dan harga yang berada di atas eceran tertinggi di bulan DesemberFebruari 2023, serta adanya penurunan produksi minyak goreng baik curah maupun kemasan sederhana.
Lebih lanjut dijelaskan, pemerintah sudah meningkatkan tambahan suplai minyak goreng kemasan dan curah hingga 450.000 ton selama 3 (tiga) bulan dari Februari hingga April 2023 untuk menjaga stok minyak goreng rakyat.
Saat ini realisasi produksi minyak goreng kemasan rakyat Minyakita hanya sekitar 24% dari total program minyak goreng rakyat. Hal ini menyebabkan ketersediaan Minyakita lebih terbatas bila dibandingkan dengan minyak goreng curah.
Adanya kelangkaan ini akan berpotensi mendorong kenaikan harga Minyakita di tingkat konsumen, sehingga mendorong adanya praktik persaingan usaha tidak sehat seperti penjualan bersyarat antara Minyakita dengan produk lain atau menahan pasokan dengan harapan terjadi kenaikan harga yang lebih tinggi lagi.
Secara khusus, Zulfirmansyah menghimbau agar pelaku usaha tidak melakukan penjualan bersyarat (tying sales) atau pembatasan peredaran/penjualan (seperti dengan menahan pasokan) karena dapat melanggar ketentuan undang-undang.
Tindakan anti persaingan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif di pasar diantaranya adalah terbatasnya pasokan, kenaikan harga yang tidak wajar dan peningkatan konsentrasi pasar yang pada akhirnya dapat mengurangi persaingan. Selain itu, praktik praktik penjualan bersyarat juga dapat dijadikan sarana untuk menyamarkan praktik penetapan harga dan atau praktik jual rugi (predatory pricing).
Melalui advokasi ini, KPPU berharap nantinya baik produsen maupun distributor dapat mengetahui bahwa praktik penjualan bersyarat dan menahan pasokan adalah perilaku yang berpotensi melanggar Undang-undang No. 5 Tahun 1999, karena itu untuk tidak dilakukan di pasar.
Serta diharapkan para pelaku usaha ini dapat mengawasi pendistribusian produk Minyakita untuk menjadi lebih baik,sehingga masyarakat dapat mengakses produk dengan harga yang terjangkau dan tidak menjadi korban dari perilaku anti persaingan. (SC-rel/Ndo)