Sumutcyber.com, Medan – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menegaskan, pandemi Covid-19 meluluhlantakkan sendi-sendi pariwisata. Jika ini berlangsung lama, maka dikhawatirkan pelaku usaha pariwisata tidak mampu membayar kewajiban pinjaman atau cicilannya ke pihak perbankan.
“Kita berharap ada penyesuaian dalam membayar kewajiban pelaku usaha. Jika pembayaran beban pinjamannya memakai skema normal, maka ini memberatkan pelaku usaha. Oleh karena itu, perlu skema khusus dalam pembayaran pinjaman, apakah jadwal pengembalian pinjamannya lebih panjang atau lainnya,” kata Hariyadi Sukamdani dalam sesi tanya jawab dengan wartawan via zoom di sela-sela Musda XII BPD PHRI Sumut Tahun 2020, Selasa (15/12/2020).
Dia mengkhawatirkan, jika skema pembayaran pinjaman memakai skema normal, sesuai perjanjian yang telah dibuat, maka itu bisa mematikan pelaku usaha pariwisata. “Pembayaran pinjaman itukan ada perjanjiannya, apakah aset itu dilelang jika tidak membayar, maka itu mematikan pelaku usaha,” pungkasnya.
Menurutnya, ada beberapa penyebab pelaku pariwisata terpuruk akibat pandemi Covid-19. Diantaranya, PSBB yang diberlakukan di Jakarta, instansi pemerintah mengurangi biaya akomodasi karena anggaran difokuskan untuk penanganan Covid-19. Kemudian, rendahnya daya beli masyarakat, akibatnya mengurangi rencana perjalanan.
“Kunjungan wisatawan asing juga sudah berhenti sejak April. Belum lagi kekhawatiran yang sangat berlebihan untuk bepergian karena Covid-19, biaya perjalanan menjadi lebih mahal karena harus Rapid Test dan sebagainya,” imbuhnya.
Namun, dia juga mengakui kondisi pariwisata menuju membaik kembali, meski kondisinya tidak seperti semula. “Paling tidak kembali bergerak. Hal ini juga karena adanya program stimulus pemerintah seperti kartu Prakerja, subsidi Gaji dan lainnya. Terbaru, kita mendorong pemerintah memberikan dana hibah terhadap pelaku pariwisata,” tambahnya.
Seperti diketahui, pemerintah menyalurkan dana hibah pariwisata Rp3,3 triliun kepada 101 kabupaten/kota di 34 provinsi sebagai bagian dalam penanganan dampak ekonomi dan sosial akibat Covid-19 terutama pada sektor pariwisata.
Berbagi Beban
Saat memberikan sambutan dalam Musda tersebut, Hariyadi Sukamdani juga berharap pemerintah dan dunia usaha saling menyatukan langkah dan koordinasi mengatasi masalah bersama-sama. “Kita harus mempunyai langkah antisipatif dan saling berbagi beban antara dunia usaha dengan pemerintah,” katanya.
Dia mengakui, satu sisi pemerintah memerlukan pendapatan dari sektor usaha. Namun, untuk mendukung kelangsungan operasional, maka pelaku usaha perlu dukungan berbagi beban. “Seperti DKI Jakarta mengabulkan permohonan kami dengan memberi potongan PBB sebesar 20 persen, pajak bermotor 50 persen, guna mendukung kelangsungan operasional yang kami miliki,” tuturnya.
Dia juga meminta BPD PHRI untuk mengawal UU Cipta Kerja. “Selain vaksinasi, dengan adanya UU Cipta Kerja diharapkan juga bisa mempercepat pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, mari kita mengawal penerapam UU Cipta Kerja untuk menciptakan seluas-luasnya lapangan kerja,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Gubsu Musa Rajekshah dalam sambutannya mengakui, PHRI ikut membantu pertumbuhan pariwisata dan ekonomi di Sumut. Namun, sejak pandemi Covid-19 merubah semuanya. “Tapi kita tidak bisa hanya pasrah dan harus bersemangat guna terus mengembangkan usaha,” katanya sembari mengatakan, pelaku usaha sudah mulai membuka kembali usahanya meski belum 100 persen.
Dia juga berharap, para pengusaha hotel dan restoran akan bertahan. “Kita lihat nanti bantuan yang bisa diberikan kepada PHRI, karena pandemi Covid-19 ini membuat keuangan terganggu, kita fokus kesehatan dan peningkatan ekonomi,” ucapnya sembari berharap, Musda XII BPD PHRI Sumut berjalan lancar. (SC03)