Pada Dasarnya Penetapan Awal Bulan itu dengan Hisab!

Sumber: muhammadiyah.or.id

Sumutcyber.com, Yogyakarta – Muhammadiyah memahami bahwa QS. Al Baqarah ayat 185 merupakan penggalan ayat untuk menjelaskan sebab timbulnya kewajiban berpuasa, yaitu masuknya bulan Ramadhan yang diketahui secara pasti.

Artinya, bulan Ramadan menjadi al-illah al-fa’ilah atau kausa efisien dari wajibnya ibadah puasa. Akan tetapi ayat tersebut tidak memberi tahu bagaimana cara mengetahui masuknya bulan Ramadhan untuk memulai ibadah puasa.

Bacaan Lainnya

Pakar Falak Muhammadiyah Oman Fathurrahman mengatakan, penegasan mengenai hal itu disebutkan dalam beberapa isyarat ayat dengan kata kunci “hisab” (perhitungan). Misalnya, QS. ar-Rahman ayat 5:

“Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan.”; dan QS. Yunus ayat 5: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa matahari dan bulan memiliki sistem peredaran yang ditetapkan oleh Sang Pencipta dan peredarannya itu dapat dihitung. Penegasan bahwa peredaran matahari dan bulan dapat dihitung bukan sekedar informasi, melainkan suatu isyarat agar dimanfaatkan untuk penentuan bilangan tahun dan perhitungan waktu secara umum.

“Penetapan awal bulan itu bisa dengan hisab dengan perhitungan. Kalau kita memahami bahwa bulan dan matahari beredar menurut perhitungan, maka kita bisa memprediksi, mengukur, menentukan dengan pasti, dengan akurat,” terang Oman dalam Kajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan yang dilansir dari laman muhammadiyah.or.id, pada Ahad (6/3/2022).

Dalam hadis Nabi Saw juga disebutkan:

“Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika ia terhalang oleh awan di atasmu, maka estimasikanlah!” (HR Muslim).

Oman menjelaskan bahwa hadis ini merupakan cara menentukan awal bulan Kamariah terutama Ramadan. Meski hadis ini secara eksplisit membicarakan rukyat, namun justru memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan. Artinya hisab digunakan pada saat ada kemusykilan melakukan rukyat karena faktor alam (bulan tertutup awan).

“Dalam hadis tersebut memberikan peluang untuk menggunakan hisab. Lalu diperluas, tidak perlu menunggu mendung sekalipun, hisab tetap bisa digunakan untuk menentukan awal bulan terutama Ramadan dan Syawal,” ujar dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.

Dalam hadis lain disebutkan Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan informasi dari Nabi ini mafhum bahwa beliau memerintahkan rukyat karena itulah sarana mudah yang tersedia pada zaman itu.

Setelah umatnya dapat dibebaskan dari keadaan ummi itu, maka kembali kepada semangat umum al-Quran agar menggunakan hisab untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Atas dasar itu, beberapa ulama kontemporer menegaskan bahwa pada pokoknya penetapan awal bulan itu adalah dengan menggunakan hisab.

“Pada zaman Nabi Saw orang-orang belum bisa melakukan hisab, maka dengan rukyat. Untuk mengetahui bulan baru di dunia modern saat ini bisa digunakan dengan hisab atau perhitungan. Ini menjadi salah satu apresiasi terhadap ilmu pengetahuan juga,” ujar Oman.

Dalam penentuan awal bulan kamariah, Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki wujudul hilal. Dengan metode ini, bulan baru kamariah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut: 1) telah terjadi ijtimak (konjungsi); 2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam; dan 3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).

“Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Bila tidak terpenuhi maka bulan baru belum mulai. Inilah konsep hisab hakiki yang dipahami oleh Muhammadiyah,” kata Oman. (SC03)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *