Denda Keterlambatan Adminduk akan Diatur dalam Perwal, Diberlakukan Mulai 2022

Zulkarnain

Sumutcyber.com, Medan – Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Medan Zulkarnain menegaskan, denda keterlambatan dalam kepengurusan akte kelahiran sebesar Rp100 ribu (sebelumnya Rp10 ribu) yang tertuang di dalam Perda Penyelenggaraan Administrasi merupakan batas maksimal dan bukan jadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Nantinya, besaran denda atau sanksi keterlambatan itu akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Wali Kota (Perwal). Perwal itu sendiri bisa diterbitkan setelah Perda Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sudah dievaluasi dan disetujui oleh Pemprov. Sumut. Namun sampai saat ini, masih tahap evaluasi.

Bacaan Lainnya

“Jadi bukan otomatis berlaku seperti itu, karena besaran denda nanti akan diatur lebih lanjut dalam Perwal. Besaran denda dalam Perda itu hanya mengatur secara luwes, secara fleksibel. Supaya Perdanya itu tidak diganti-ganti, karena untuk membuat Perda mekanismenya panjang. Tentunya secara periodik bisa dievaluasi untuk ditetapkan besarannya di dalam Perwal,” kata Zulkarnain kepada wartawan, Selasa (5/1/2021).

Dijelaskan Zulkarnain, besaran denda keterlambatan pengurusan akte kelahiran itu akan ditetapkan setelah dievaluasi pelaksanaannya selama ini, terutama berkaitan dengan efektivitas dan tujuannya.

“Tujuan denda keterlambatan itu sendirikan untuk meningkatkan kesadaran, kepatuhan, ketaatan administrasi kependudukan. Karena fenomena selama ini terjadi, masih banyak masyarakat yang memohonkan pendaftaran penduduk atau catatan sipil tidak tepat waktu. Padahal seharusnya setiap ada peristiwa kependudukan (kelahiran, perpindahan) atau peristiwa penting lainnya seyogyanya dimohonkan pencatatan sipil dan kependudukannya, berdasarkan peristiwa kependudukan yang baru dialaminya,” jelasnya.

Dia juga menyebutkan, tujuan pelayanan administrasi kependudukan antara lain untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan publik, misalnya ke layanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya, termasuk juga melindungi hak-hak kependudukan masyarakat, misalkan untuk menerima bantuan sosial dan lainnya.

“Tapi kesadaran masyarakat untuk memohonkan pendaftaran kependudukan secara tepat waktu masih rendah. Nah, denda keterlambatan sebenarnya digunakan untuk itu, untuk mendorong masyarakat supaya melaporkan peristiwa kependudukannya secara tepat waktu,” imbuhnya.

Ditegaskannya lagi, prinsip pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) sendiri tanpa bayar alias gratis. Namun,  denda keterlambatan itu sebagai instrumen untuk mendorong ketaatan dan kesadaran Adminduk masyarakat. “Jadi bukan ditujukan sebagai salahsatu sumber peningkatan PAD, tapi lebih ditujukan pada peningkatan kesadaran, kepatuhan, ketaatan masyarakat pendaftaran Adminduk secara tepat waktu,” timpalnya.

Disebutkannya, Perda Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan itu nantinya akan diterapkan pada 2022. Sedangkan 2021 ini difokuskan untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat. “Dan, besaran denda yang diatur dalam Perda itu sendiri nantinya tidak serta merta mengubah besaran denda keterlambatan saat ini. Artinya bisa saja besaran denda keterlambatan yang baru nanti tetap sama besarannya seperti yang diterapkan sekarang. Karena (Rp100 ribu-red) itukan hanya maksimalnya,” tutupnya. (SC03)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *