Gubernur Edy Rahmayadi Nilai Opini WTP Bukan Kebanggaan: Tak Ada yang Istimewa

Gubernur Sumut Edy Rahmayadi saat menghadiri Rakor Pemerintah Daerah dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah Tahun 2022 di Aula Tengku Rizal Nurdin Rumah Dinas Gubernur Jalan Sudirman Nomor 41 Medan, Kamis (3/11/2022). (Sumber: Dinas Kominfo Sumut)

Sumutcyber.com, Medan – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengharapkan pada masa mendatang, raihan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada pemerintah daerah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sesuatu yang wajar dan tidak lagi jadi kebanggaan. Karena itu dibutuhkan kolaborasi guna mewujudkan capaian tersebut untuk seluruh kepala daerah.

Pesan itu disampaikan Gubernur Edy Rahmayadi pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pemerintah Daerah dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah tahun 2022 di Sumut, di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41, Medan, Kamis (3/11). Hadir di antaranya Pangdam I/BB, Kajati Sumut, serta perwakilan unsur Forkopimda lainnya dan para kepala daerah kabupaten/kota se-Sumut.

Menurut Gubernur, raihan delapan kali opini WTP oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut bukan sesuatu yang perlu dibanggakan. Mengingat hal itu sudah berlangsung sejak 2012 lalu, dimana seharusnya menjadi bahan evaluasi selama hampir satu dekade untuk menyempurnakan laporan keuangan. Apalagi jika makna dari capaian itu prinsipnya adalah kewajaran.

“Ya artinya wajar saja, (harusnya) tak ada yang istimewa. Karena itu pekerjaan wajib yang harus kita kerjakan,” ujar Gubernur.

Bacaan Lainnya

Kemudian, lanjut Gubernur, dengan kesesuaian format pengelolaan dan laporan keuangan berdasarkan aturan, tentu langkah selanjutnya adalah menyelaraskannya dengan implementasi dalam menyejahterakan masyarakat. Sehingga ada evaluasi dan membuat satu daerah menjadi lebih baik dari tahu ke tahun.

Dalam data yang dipaparkan, Gubernur memperlihatkan sejak 10 tahun terakhir, jumlah pemerintah daerah yang meraih opini WTP beragam, naik dan sempat mengalami penurunan. Misalnya pada 2012, hanya ada 2 dari 34 pemerintah daerah (33 kabupaten/kota ditambah 1 provinsi) yang memperoleh WTP.

Selanjutnya pada 2013 ada 4, pada 2014 ada 16 Pemda, 2015 (6 Pemda), 2016 (12), 2017 (14), 2018 (17), 2019 (21), 2020 (24) dan 2021 ada 26 pemerintah daerah termasuk Pemprov yang meraih opini WTP.

Menurutnya, perolehan opini WTP bukan merupakan kepentingan Pemprov saja, melainkan seluruh kabupaten/kota. Sebab satu daerah saja tidak sesuai, akhirnya satu provinsi menjadi cacat. Karena menjalankan pemerintahan ini merupakan kolaborasi dari semua, untuk mewujudkan rakyat sejahtera.

Selain itu, Gubernur juga berharap seluruh pemerintah daerah bisa mendapat pujian dari pemerintah pusat. Jika di Sumut ada 33 kabupaten/kota, maka Pemprov bertugas sebagai dirigen (seni musik), dimana jika ada satu yang hilang, maka Sumut tidak bisa mengalunkan irama yang bagus secara bersama.

“Jadi kalau sudah rambu-rambu itu kita patuhi, kita jaga, tak akan kita ditangkap KPK. Pertama pengadaan barang dan jasa, kedua jangan jual beli jabatan, ketiga jangan gratifikasi, jangan suap dan jangan ada penggelembungan (anggaran). Kalau ini berjalan, semua kita mendapatkan WTP, paling tidak kita sudah pada jalurnya, baru nanti implementasinya kita jaga,” pungkasnya.

Sementara, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sumut Kementerian Keuangan RI Heru Pudyo Nugoroho menyampaikan, tema Rakor ini adalah ‘Akuntabilitas Laporan Keuangan, Tingkatkan Kinerja, untuk Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat’. Kegiatan tersebut pihaknya mengharapkan dapat membuka wawasan sekaligus pemahaman yang komprehensif tentang apa itu akuntabilitas keuangan dan kinerja.

“Sehingga terwujud satu kesatuan langkah dan sinergi kepada seluruh pengelola keuangan baik itu APBN maupun ABPD, karena lingkupnya adalah keuangan negara. Sehingga penguatan secara akuntabilitas ini perlu secara berkesinambungan terus kita tingkatkan agar pengelolaan keuangan negara dapat berkontribusi secara nyata untuk pembangunan,” jelasnya.

Raihan opini WTP, katanya, merupakan salah satu saja dari indikator baiknya tata kelola keuangan negara. Setidaknya ada empat syarat untuk raihan opini WTP, di antaranya kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian internal yang baik.

Sehingga lanjutnya, kepentingan meraih WTP adalah untuk menggambarkan citra positif yang menunjukkan bahwa pemerintahan telah dikelola secara akuntabel dan menjadi indikator pemerintahan yang baik. “Dan ini harus menjadi komitmen kita utuk pengelolaan keuangan daerah yang lebih akuntabel dan transparan,” sebutnya.

Dari 34 pemerintah daerah yang ada di Sumut, masih ada delapan kabupaten/kota yang belum memenuhi kriteria WTP yakni Kota Tanjungbalai, Kabupaten Simalungun, Paluta, Nias Utara, Nias Selatan, Madina, Langkat dan Labuhanbatu. Sementara ada 10 pemerintahan yang menerima minimal 5 kali berturut-turur opini WTP.

“Karenanya kami mohon perhatian khusus untuk soal ini. Sehingga WTP itu tidak hanya sekadar penghargaan,” katanya.

Dari kegiatan tersebut, Kanwil DJPb Sumut Kementerian Keuangan memberikan penghargaan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) 2022 kepada lembaga verikal pemerintah pusat serta pemerintah kabupaten/kota.

Adapun pemerintah kabupaten/kota yang menerima penghargaan karena memperoleh WTP minimal 5 kali yakni Labusel, Taput, Asahan, Dairi, Humbahas, Samosir, Tapsel, Toba dan Binjai. Sementara yang perolehannya masih di bawah lima kali yaitu Batubara, Deliserdang, Karo, Nias, Nias Barat, Palas, Pakpak Bharat, Sergai, Tapteng, Medan, Padangsidimpuan, Pematangsiantar, Sibolga serta Tebingtinggi.

Usai penyerahan penghargaan, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi untuk pengelolaan keuangan pemerintahan yang baik dari DJPb Wilayah Sumut kepada seluruh pihak terkait. (SC02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *