Sumutcyber.com, Jakarta – Saat ini peningkatan kasus COVID-19 terjadi di berbagai negara yang dipicu ditemukannya subvarian baru Omicron BA.4 dan BA.5. Menghadapi potensi lonjakan kasus tersebut pemerintah terus mempercepat laju vaksinasi terutama vaksinasi dosis penguat yang capaiannya masih rendah.
“Arahan Bapak Presiden untuk meningkatkan jumlah vaksin dosis ketiga,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto, Senin (13/06/2022), usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), di Kantor Presiden, Jakarta.
Secara khusus pemerintah mendorong vaksinasi booster sebagai syarat penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan keramaian.
“Secara prinsip untuk berbagai kegiatan, apakah itu venue olahraga maupun venue lain atau musik ataupun kesenian yang melibatkan banyak anggota masyarakat diharapkan dosis ketiga itu bisa difasilitasi. Sehingga untuk kegiatan-kegiatan yang menuai ataupun membuat kerumunan, vaksinasi ketiga itu akan terus didorong,” ujarnya.
Menko Ekon mengungkapkan, masih terdapat dua provinsi yang capaian dosis pertamanya masih di bawah 70 persen yaitu Papua Barat dan Papua. Sedangkan untuk vaksinasi dosis kedua terdapat sepuluh provinsi dengan capaian di bawah 70 persen.
“Provinsi yang masih relatif rendah di bawah 50 persen adalah Maluku, Papua Barat, dan Papua,” ujarnya.
Situasi Pandemi Terkendali
Terkait perkembangan situasi COVID-19 nasional Airlangga menyampaikan bahwa meskipun terdapat peningkatan kasus kondisi pandemi di Indonesia secara keseluruhan masih dalam tahap yang terkendali.
“Kasus kita sekitar 574 (kasus) harian, kalau kita lihat Australia bisa 16.000-an (kasus), India 8.500 (kasus), Singapura 3.100 (kasus), Thailand 2.400 (kasus), bahkan Malaysia 1.700 (kasus),” ujarnya.
Angka reproduksi kasus efektif (Rt) Indonesia juga relatif stabil di bawah 1, tingkat kesembuhan (recovery rate) mencapai 97,34 persen, sedangkan tingkat kematian (case fatality rate) sebesar 2,58 persen.
“Kita lihat penularan kasus kebanyakan lokal, yang kasus dari perjalanan luar negeri sekitar 25 kasus,” kata Airlangga.
Menko Ekon menambahkan, tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit atau BOR (bed occupancy rate) terutama di luar Jawa-Bali juga masih relatif rendah.
“Kalau di luar Jawa-Bali BOR COVID-19 relatif rendah dan yang tertinggi hanya di Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah,” pungkas Menko Ekon yang juga merupakan Koordinator PPKM Luar Jawa-Bali tersebut.
Terdeteksi
Sebelumnya, dikutip dari laman Kemenkes RI (kemkes.go.id), Jumat (10/6/2022), Subvarian baru Omicron BA.4 dan BA.5 telah terdeteksi di Indonesia. Subvarian tersebut diketahui memiliki tingkat kesakitan rendah pada pasien yang terkonfirmasi positif.
Ada 4 kasus subvarian baru BA.4 dan BA.5 pertama yang dilaporkan di Indonesia pada 6 Juni 2022. 4 kasus itu terdiri dari 1 orang positif BA.4 seorang WNI dengan kondisi klinis tidak bergejala serta vaksinasi sudah dua kali.
Sisanya 3 orang kasus positif BA.5. Mereka merupakan pelaku perjalanan luar negeri delegasi pertemuan the Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali pada 23 sampai 28 Mei.
Kondisi klinis tiga orang itu antara lain dua orang tidak bergejala dan satu orang gejala ringan dengan sakit tenggorokan dan badan pegal. Mereka rata-rata sudah vaksin Booster bahkan sampai ada yang 4 kali divaksin COVID-19.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH mengatakan di tingkat global secara epidemiologi subvarian BA.4 sudah dilaporkan sebanyak 6.903 sekuens melalui GISAID. Laporan tersebut berasal dari 58 negara dan ada 5 negara dengan laporan BA.4 terbanyak, antara lain Afrika Selatan, Amerika Serikat, Britania Raya, Denmark, dan Israel.
Sedangkan BA.5 sudah dilaporkan sebanyak 8.687 sekuens dari 63 negara. Ada 5 negara dengan laporan sekuens terbanyak yaitu Amerika, Portugal, Jerman, Inggris, dan Afrika Selatan.
”Dari laporan itu disampaikan bahwa transmisi BA.4 maupun BA.5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibandingkan subvarian omicron BA.1 dan BA.2. Kemudian tingkat keparahan dari BA.4 dan BA.5 disampaikan tidak ada indikasi menyebabkan kesakitan lebih parah dibandingkan varian omicron lainnya,” kata dr. Syahril pada konferensi pers secara virtual di gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (10/6). (SC03)