Sumutcyber.com, Langkat – Sidang kelima masih mendengarkan keterangan saksi terkait dugaan penganiayaan di tempat rehab milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin (TRP) atas terdakwa DP dan HS, nomor perkara 467/Pid.B/2022/ PN Stb dan kembali digelar di ruang sidang Prof Dr Kusumah Admadja Pengadilan Negeri Stabat, Jum’at (12/8/2022).
Adapun sidang kali ini menghadirkan lima (5) orang saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) yakni Awicandra (51) selaku kepala puskemas Namo Ukur, saksi pelapor Kompol Jamal Purba, Joshua, Jonter silalahi (46) dan RG (19) yang merupakan mantan dari tempat rehab tersebut.
Dimana saat persidangan nomor perkara 467/Pid.B/2022/ PN Stb, di pimpin Ketua Majelis Hakim Halida Rahardhini SH, MHum, Hakim Anggota Andriansah dan Dicki Irvandi.
Beserta empat orang jaksa penuntut umun yaitu Yusnar Yusuf, S.H, MH dari Kejatisu dan tiga JPU dari Kejasaan Negeri Stabat yakni Gery Anderson Gultom SH, MH, Baron Siddik Saragih SH, MKn, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Stabat Indra Ahmadi Hasibuan SH MH.
Saat persidangan dimulai Majelis Hakim Halida Rahardhini SH, MHum. Awalnya mencecar Kompol Jamal Purba sebagai saksi pelapor. Dari hasil invstigasinya, Kompol Jamal mengatakan, DP memerintahkan rekannya agar Sarianto Ginting (korban) bergantung.
Mata dilakban
Kemudian, orang suruhan DP meneteskan plastik yang dibakar ke tangan dan paha Sarianto. Atas perintah DP juga, Rajes kemudian melakban mata dan tangan korban. Selanjutnya, korban dibawa ke samping panti rehab.
“Di sana, hanya terdengar teriakan atas pemukulan yang dilakukan DP dan HS. Kemudian Sarianto dimasukkan ke dalam kolam. Sarianto kemudian mengangkat tangan dan tak mucul lagi. Kemudian ditemukan sudah tak sadarkan diri,” terang Kompol Jamal, dari hasil invstigasinya terhadap para saksi.
Dari hasil investigasi itu, pada 11 Februari 2022 dilakukan ekhsumasi (membongkar kuburan) korban. “Kita dapat surat dari dokter ahli forensic yang kesimpulannya mengatakan korban meninggal karena adanya pendarahan pada kepala sebelah kiri,” terang Pamen Polisi yang bertugas di Polda Sumut itu.
Lanjutnya Jamal juga mengatakan, dari keterangan saksi lain. “Menurut keterangan saksi, HS melakukan pemukulan dengan selang dan membawa Sarianto ke kolam,” ujarnya.
Atas keterangan saksi pelapor yang disampaikan oleh Jamal Purba di persidangan tersebut, DP membantah adanya menyuruh rekan memukul dan meneteskan plastik. ” Tidak pernah saya menyuruh meneteskan plastik ke Sarianto Ginting dan tidak memukul pakai kayu kepada Sarianto serta saya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap Sarianto Ginting,” tegas DP yang saat itu mejalani sidang secara virtual.
Selanjutnya ditempat yang sama, HS juga membatah adanya pemukulan dengan selang terhadap Sarianto Ginting. “Memukul pakai selang dan membawa Sarianto ke kolam saya tidak ada,” ucap HS yang saat itu duduk bersebelahan dengan DP.
Saksi kedua dari perkara nomor 467/Pid.B/2022/ PN Stb dengan terdakwa DP dan HS yakni Awi Candra (51) selaku Kepala puskesmas Namo Ukur, dirinya mengatakan tidak mengetahui siapa yang dibawa saat mobil ambulan tersebut dipinjam dan kepala puskesmas itu juga menyampaikan, terkait sardianto saya tidak kenal
“Tidak mengetahui dan tidak mengenal siapa yang dibawa saat ambulan dipinjam. Saya menerima informasi dari suparman setelah mobil ambulan dibawah dan supir ambulan tersebut Fendi irawan yang juga security di puskesmas,” terang kepala puskesmas yang saat di itu tidak ada ditempat.
Awi juga mengaku, ambulans dari puskesmasnya tidak pernah membawa jenazah atau pasien dari panti rehab tersebut. Hanya saja, dia pernah melakukan swab kepada penghuni rehab pada tahun 2021 silam.
Selanjutnya saksi ketiga yang sudah dihadirkan di depan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua, Halida Rahardhini, sebagian besar keterangan saksi malah tidak mengetahui adanya kasus kekerasan terhadap korban Sarianto Ginting yang meninggal dunia di dalam kerangkeng.
“Saya tidak mengetahui adanya tindak kekerasan terhadap Sarianto Ginting saat berada di kerangkeng besi, yang saya lihat saat masuk ke dalam kereng badan Sarianto Ginting kurus dan sesak napas,” ucap RG yang merupakan satu di antara saksi sekaligus mantan penghuni kereng tersebut.
Perihal Sarianto dilakban dan dimasukkan ke dalam kolam, Robin tidak ada melihatnya. Dia hanya mendengar Sarianto disuruh bergantung, namun bukan DP yang menyuruhnya. Kalau bergantung dan posisi tobat, semua penghuni panti rehab pernah mengalaminya, jika ada kesalahan.
“Selama enam bulan saya di panti rehab, saya tidak pernah melihat kedua terdakwa datang. Kata kawan – kawan, Sarianto meninggal karena sakit,” tegas RG, sembari menegaskan dia hanya tiga bulan di kereng 1, kemudian dipindahkan ke kereng 2.
“Ini pengakuan saya yang sebenarnya majelis hakim lajutnya, karena saat di periksa polisi saya ketakutan dan kondisi ngantuk, jadi saya tanda tangani saja biar cepat,” jelas saksi di depan persidangan dan menyampaikan pemeriksaan itu sekira Pukul 02.00 WIB dini hari hingga sekira Pukul 7.00 WIB pagi.
Tidak ada penganiayaan
Selanjutnya, Jonter yang merupakan saksi ke tiga dalam persidangan itu menerangkan, dia dan rekannya menjemput Sarianto di sebuah bengkel. Waktu itu, Sarianto berontak. Namun tetap digiring untuk masuk ke mobil. “Saya pegang pinggul korban saat memasukkannya ke mobil,” tutur Jonter.
Pekerja pabrik kelapa sawit milik TRP sejak tahun 2004 itu menambahkan, Sarianto juga ditarik dari dalam mobil agar bisa masuk. Selama di dalam mobil, hanya 2 atau 3 menit korban berontak, sembari bertanya kesalahan apa yang sudah dibuatnya.
Tidak ada pemukulan atau penganiayaan terhadap Sarianto selama dalam perjalanan menuju panti rehab. Setibanya di panti rehab, Jonter turun dan menuntun Sarianto ke dalam tempat rehabilitasi itu. Setelah itu, Jonter dan Tarion pun pulang.
“Kedua terdakwa tidak ada saat Sarianto tiba di lokasi yang mulia. Tiga hari setelah diantar, saya dengar Sarianto meninggal. Tapi saya tidak tahu penyebab kemtiannya. Siang sebelum meninggal, saya lihat korban sedang makan. Saat itu dia mual, katanya masuk angin,” kenang Jonter, sembari mengatakan tidak pernah bertemu dengan TRP, DP dan HS di panti rehab itu.
Berenang di kolam
Setelah Jonter dicecar majelis, kemudian giliran Joshua memberikan kesaksiannya. Dia mengaku tidak mengenali Sarianto Ginting. Pemuda berpostur tinggi itu juga tidak sering berkunjung ke panti rehab tersebut.
“Saya tidak pernah mendengar ada yang meninggal di sana sebelumnya. Saya hanya tahu tempat itu sebagai panti rehabilitasi narkoba. Sore itu sekira jam 17.00 WIB, saya mau membeli sawit,” terang Joshua.
Saat itu, karena kesorean, Joshua dna DP gak jadi hitung – hitungan jual beli sawit. Mereka pun pindah ke rumah DP. Saat di dekat panti rehab itu, Joshua melihat Sarianto berjalan dari samping dapur tempat pembinaan itu menuju kolam.
“Saya hanya menoleh saja. DP waktu itu di depan saya saat memberi makan ayam. Saya hanya mendengar ada orang berenang di kolam. Saya spontan berdiri dan melihat ke kolam, namun tidak ada suara orang yang tadi berenang,” sambungnya.
Memeriksa denyut nadi
Kemudian Joshua pun berteriak kepada penghuni tempat rehab, untuk melihat ke kolam. Saat itu, DP pun berdiri dari tempatnya memberi makan ayam. Beberapa orang kemudian berenang untuk mengangkat Sarianto dari kolam.
Saat itu, Joshua tidak mendekati kolam. Tapi dia melihat DP yang sedang memompa dada korban sembari memeriksa denyut nadinya di depan tempat pembinaan itu.
Kemudian, Joshua mendengar DP memerintahkan orang di sana untuk membawa korban ke klinik. Setelah itu, dia dan DP pergi hitung – hitungan sawit di rumah DP. “Saya tidak tahu Sarianto dibawa ke klinik. Saya dengar dari orang, kalau Sarianto meninggal karena tenggelam,” tegas Joshua.
Tidak seperti di BAP
Sejak sidang ke dua hingga persidangan ke lima, sudah 13 saksi yang dicacar. Namun, dari keterangan pada saksi tersebut, sebahagian besar mengatakan tidak mengetahui adanya penyiksaan yang dialalmi korban.
Bahkan, sebahagian saksi yang pernah dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP) oleh aparat kepolisian menegaskan, keterangan mereka di persidangan tidak seperti di BAP. “Keterengan saya di persidangan ini yang benar yang mulia,” terang saksi, meskipun sudah diingatkan majelis hakim kalau mereka sudah disumpah.
Fakta persidangan
Di luar persidangan, Mangapul Silalahi selaku PH terdakwa menerangkan, dari fakta persidangan atas pemeriksaan 13 saksi, sebahagian dari mereka tidak mengetahui adanya penyiksaan. Hal itu menjadi pembuktian terkait keterlibatan terdakwa DP dan HS dalam kasus tersebut.
“Kita akan menunggu dan mendengarkan saksi – saksi lainnya. Kami berharap, agar majelis hakim dapat memeberikan keputusan yang seadil – adilnya dalam perkara ini untuk para terdakwa,” tegas Mangapul.
Diinformasikan, selain persidangan dengan terdakwa DP dan HS, juga digelar agenda sidang dengan terdakwa SP, JS, RG Dan TS yang yang dijerat pasal 2 Ayat 1 dan 2 junto pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang – Undang TPPU, atau Pasal 333 Ayat 3 KUHP. Untuk tersangka HG dan IS, dijerat dengan pasal 170 ayat 2 ke 3 KUHP Atau Pasal 351 Ayat 3 KUHP, dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi. (SC-TPA)