Jakarta – Pemerintah berencana membuat aturan pembatasan penggunaan media sosial. Aturan itu diyakini bisa melindungi anak-anak di ruang digital.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi I DPR RI Habib Idrus Aljufri menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah dalam merancang regulasi pembatasan usia untuk mengakses media sosial.
Wacana ini dinilai penting untuk melindungi anak-anak dari berbagai ancaman di dunia digital, seperti paparan konten tidak pantas, kekerasan siber, dan kecanduan gawai.
“Saya menyambut baik rencana pemerintah ini. Melindungi anak-anak kita di era digital bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat,” ujarnya dalam keterangan rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (16/01/2025).
Pria yang kerap disapa Habib Idrus ini mengungkapkan bahwa isu ini telah menjadi perhatian serius bahkan di level global. Hal itu sebagaimana terungkap dalam kunjungan kerjanya ke ke New York beberapa waktu lalu, atas keprihatinannya terkait perlindungan anak di ranah digital kepada utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ia menekankan bahwa Indonesia harus menjadi pelopor dalam penyusunan regulasi perlindungan anak di dunia maya, sejalan dengan rekomendasi PBB.
“Langkah yang dirancang oleh Kementerian Komunikasi dan Digital ini juga diharapkan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting antara lain pertama Sistem Verifikasi Usia yang Aman. Pemerintah dan platform media sosial harus bekerja sama untuk memastikan mekanisme verifikasi usia yang efektif tanpa melanggar privasi pengguna,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Kedua, imbuhnya, Edukasi Literasi Digital. Selain pembatasan usia, diperlukan upaya pendidikan kepada anak-anak, orang tua, dan guru agar mereka memahami risiko dan manfaat penggunaan media sosial.
“Ketiga, Kolaborasi Internasional. Kebijakan ini harus didukung oleh pengalaman negara lain, seperti Australia, yang telah menerapkan langkah serupa,” ungkapnya.
Habib Idrus juga menambahkan bahwa Presiden Prabowo menunjukkan perhatian besar terhadap isu ini, sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid.
“Perlindungan anak di ranah digital adalah langkah nyata untuk membangun ekosistem digital yang sehat, aman, dan ramah anak. Saya mendukung penuh kebijakan ini dan berharap dapat segera diwujudkan,” katanya.
Melalui kebijakan ini, diharapkan anak-anak Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang cerdas, bijak dalam memanfaatkan teknologi, dan tetap terjaga dari dampak negatif dunia digital. (
Sementara itu,Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendukung pemerintah segera membuat dan menegakkan aturan terkait pembatasan penggunaan media sosial (medsos), khususnya bagi anak-anak.
Menurut Amelia, media sosial saat ini sudah sangat mengkhawatirkan karena banyak konten yang tidak mendidik, tidak senonoh, hingga konten kekerasan yang dengan mudah dikonsumsi anak-anak.
“Situasi ini memerlukan langkah tegas dan strategis agar ruang digital menjadi lebih aman bagi generasi muda,” ujar Amelia, dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Menurutnya, Australia telah menerapkan aturan larangan penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 16 tahun. Kebijakan serupa juga telah diberlakukan di sejumlah negara Asia, seperti Tiongkok, Korea Selatan, India, serta negara-negara Eropa seperti Inggris, Norwegia, Jerman, Belanda, dan Italia.
Bahkan di beberapa negara bagian Amerika Serikat, telah diusulkan undang-undang wajib pembatasan media sosial. Indonesia, tegasnya, perlu belajar dari penerapan kebijakan di negara-negara tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya di Tanah Air.
“Menimbang situasi darurat kejahatan siber (cybercrime) yang terus meningkat, seperti kasus predator online, penipuan digital, hingga penyalahgunaan data pribadi menjadi ancaman nyata yang harus segera diantisipasi. Karena itu, kebijakan ini harus segera diimplementasikan dengan pendekatan yang komprehensif dan strategis,” tegas Amelia.
Dalam konteks itu, Amelia sudah pernah menyampaikan secara langsung dalam RDP Komisi I DPR dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Dewan Pers pada 18 November 2023. Intinya, KPI perlu diperkuat secara kelembagaan. Penguatan mencakup perluasan kewenangan KPI untuk mengawasi konten digital dan media sosial.
Amelia menegaskan pentingnya KPI menyusun panduan khusus dalam pengawasan konten digital, termasuk pengawasan terhadap influencer yang berpotensi menyebarkan konten negatif atau terlibat dalam politik praktis.
“Selain itu, KPI juga perlu membangun kerja sama strategis dengan platform digital seperti YouTube, Facebook, Instagram, dan TikTok untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan konten,” kata Politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Sebagai alternatif, pembentukan lembaga baru yang khusus menangani pengawasan konten digital dan keamanan ruang siber juga perlu dipertimbangkan jika KPI tidak dikuatkan fungsi dan kewenangannya.
“Lembaga ini harus didukung oleh dasar hukum yang kuat, yaitu undang-undang baru yang memberikan kewenangan penuh dalam pengawasan, penindakan, dan sanksi terhadap pelanggaran di ruang digital,” ujarnya.
Lebih lanjut Amelia menekankan, pembatasan tidak boleh hanya bersifat represif. Pemerintah perlu mengimbanginya dengan edukasi literasi digital yang masif bagi anak-anak, orangtua, dan masyarakat. Pengawasan dan pengaturan yang efektif harus disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk platform digital, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil.
Lebih lanjut disebutkan, perlu penguatan kolaborasi dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait dalam penanganan kejahatan siber yang menyasar anak-anak. Selain itu, mekanisme pelaporan dan penanganan kasus harus lebih mudah diakses dan responsif.
“Kami berharap kebijakan ini tidak hanya memberikan perlindungan maksimal bagi anak-anak, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan produktif di Indonesia,” tukas Amelia. (SC03)