Daniel Pinem: Larangan Jual Pakaian Bekas, Jangan Sampai Timbul Persoalan Baru

Sumutcyber.com, Medan – Anggota DPRD Kota Medan, Daniel Pinem menilai larangan penjualan baju bekas impor atau ” thrifting ” bakal melahirkan masalah baru bila tetap dilarang, sehingga perlu dikaji ulang.

Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan bahwa  larangan tersebut berdampak terhadap warga yang kesehariannya mencari nafkah melalui jualan baju bekas atau thrifting.

” Menyikapi akan persoalan baju bekas, maka perlu dilakukan kajian atau tahap evaluasi oleh pemerintah terutama oleh Pemko Medan yang sedang giatnya mendorong kebangkitan UMKM ,” kata Daniel saat diminta tanggapanya, Senin (27/3).

Dalam hal ini, Daniel memberikan contoh kawasan Pajak Melati, Medan Tuntungan
yang  terkenal sebagai sentra penjualan baju bekas atau monza.

Bacaan Lainnya

” Jadi, kasihan pedagang (mereka, red) bisa merugi. Apalagi baju bekas ini jadi penghasilan utama mereka dan banyak bergantung dari sisi tatanan ekonomi kehidupan ,” ucap wakil rakyat dari Dapil V Kota Medan tersebut.

Ia menjelaskan dampak  kebijakan tersebut ialah angka pengangguran pasti bertambah.

” Dapat kita bayangkan bagaimana dampak yang timbul bila satu kawasan dilarang.Contoh Pasar Melati belum lagi kita bicara Sambu dan lainya, maka timbul sebuah gejolak atau pun persoalan baru karena akan adanya penganguran  atau sebaliknya pendapatan sebuah keluarga juga akan tergangu.Jadi, efek yang timbul sangat luar biasa ,” katanya.

Atas dasar itu, Daniel meminta pemerintah mengkaji kembali kebijakan tersebut.

Di lain sisi, peminat baju bekas juga pastinya kecewa lantaran tidak lagi bisa mendapatkan barang berkualitas dengan harga murah. 

“Dengan harga terjangkau, pembeli sudah bisa mendapatkan baju atau celana yang bermerek,” kata Daniel.

” Kita juga jangan lupa  di Medan juga pernah digelar Wearbiz 2022 untuk kebangkitan para pelaku UMKM.Disana pun dihadirkan stand-stand thrifting ,” sambungnya.

Jadi dalam hal, Daniel kembali mengingatkan persoalan pelarangan penjualan baju bekas impor harus benar-benar dilakukan kajian yang matang, bukan sekedar melarang dengan sebuah aturan tanpa memberikan solusi. (SC-Nndo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *