Sumutcyber.com, Langkat – Puluhan petugas kepolisian melakukan pengamanan aset perkebunan sawit yang disebut kelompok tani sebagai kawasan hutan produksi di Desa Sungai Ular, Kec. Secanggang, Kab. Langkat, Sumatera Utara, Jumat (20/5/2022).
Dengan begitu, Gabungan kelompok tani (Gapoktan) Hutan Tunas Sakti, berharap kepada pihak berwajib manarik personelnya agar situasi di kawasan hutan kondusif.
Menurut data mereka, areal hutan tersebut sudah masuk di kawasan Kelompok Tani Hutan Mandiri, melalui program Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKM) dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dimana diketahui, Kelompok Tani Hutan Mandiri yang tergabung di Gapoktan Hutan Tunas Sakti secara resmi mengelola areal kawasan hutan dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bernomor: SK.9021/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2018, tentang pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKM) kepada Kelompok Tani Hutan Mandiri, dengan luas lebih kurang 196 hektar pada Kawasan Hutan Produksi di Desa Sungai Ular, Kec. Secangang, Kab. Langkat Sumut.
Melihat kondisi tersebut, petugas UPT KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Wilayah I Stabat, bersama pendamping kelompok tani mendatangi lokasi tersebut.
Sayangnya, saat kehadiran petugas KPH dan salasatu petugas Polisi Kehutanan Stabat untuk melakukan identifikasi konflik tenurial (konflik dilokasi perhutanan sosial IUP HKM) terjadi adu argumen oleh M Yunus yang mengaku sebagai Humas dari perusahaan serta petugas kepolisian.
Dimana usai adu argumen tersebut, M Yusuf ketika ditanya wartawan saat dilokasi perkebunan, mengatakan, dirinya sebagai Humas sekaligus pengaman di perkebunan.
Selanjutnya, ketika awak media menanyakan soal surat alas hak tanah apa yang dimiliki perkebunan ini, dirinya meminta wartawan menanyakan langsung ke pimpinan perusahaan.
Di tempat yang sama, Pendamping Kelompok Tani Muhammad Said saat diwawancarai awak media menyayangkan sikap pihak perusahaan yang terkesan menghalang-halangi tugas dari Kementerian LHK untuk melaksanakan identifikasi konflik dan ploting.
Menurut Said, pihaknya tidak ingin adanya konflik di kawasan hutan yang telah mendapatkan izin dari Kementerian LHK.
“Kita sebagai pendamping kelompok tani, ingin mengembalikan lagi fungsi kawasan, tidak lagi beralih fungsi menjadi perkebunan sawit,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dia meminta pihak berwajib menarik personelnya dari lokasi kawasan hutan.
Sementara itu, Perwakilan Kepolisian Ipda A Ginting, saat ditemui di lokasi kawasan mengatakan, pihaknya diberi amanah untuk menjaga aset perusahaan PT ASS yang ada di dalam kawasan.
“Kami di sini hanya untuk mengamankan aset perusahaan berupa bangunan dan tanaman kelapa sawit agar tidak dirusak oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab,” kata dia. (SC-TPA)